Jumat, 13 September 2013

Rumahku Surgaku Off Air


Assalamu'alaikum Wr Wb.

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Just share, afwan bila ada salah atau kurang..

Sedikit berbagi, Kutipan al faqir dalam acara Rumahku Surgaku Off Air bersama Buya Yahya dan Bang Haq
Sabtu, 13 Mei 2013 (1 Rajab 1434 H)

Rumahku Surgaku

Buya Yahya:

* Dalam rumah tangga, PERHATIAN itu menumbuhkan kecintaan. Penghargaan mengenai perhatian itu penting, hal ini menyuburkan cinta dan biasakanlah perhatian kepada pasangan.
* Nabi tidak ingin bila mencium istrinya tanpa dibersihkan mulutnya (ini merupakan bentuk perhatian), dan Kuncinya adalah perhatian kepada pasangan yang ada pada jaman Nabi.
* Kebahagiaan bukan dibalik uang/gedung mewah. Jangan biasakan rumah tangga itu dimasuki dengan kebahagiaan harta (mobil, gedung mewah, dll).

* Cara yang indah dalam berumah tangga adalah:
1. Bagaimana kita mendidik rumah tangga dengan kesederhanaan.
Karena kekayaan yang Allah beri bukan dijadikan sarana untuk berbangga-bangga. Rezeki sudah dijatah oleh Allah, jadi sebaiknya dalam berumah tangga jangan saling menuntut.
2. Utamakan kebersamaan.
Usahakan untuk bisa bersama, sering bertemu, dsbg.
3. Lakukan Kewajiban.
Jangan banyak menuntut, jika ada orang menuntut, maka akan mengajari pasangan untuk menuntut. Jangan sampai seorang suami selalu menuntut kesenangan dirinya sendiri. Prinsipnya adalah bagaimana menyenangkan pasangan, bukan semata-mata untuk kebutuhan. Lakukan kewajiban baik suami maupun istri. Belajar dari Sayyidah Khodijah bahwasanya beliau selama menikah dengan Rasulullah tidak pernah memikirkan kesenangan dirinya yang didapat dari Rasul, melainkan bagaimana Rasulullah senang dengan beliau.

* Dalam setiap kehidupan dibarengi dengan "Siap mengingatkan dan siap diingatkan". Anda tidak boleh mengingatkan kecuali siap untuk diingatkan. Bila perlu siapa yang mengingatkan maka diberi hadiah, bukan emosi dan sebagainya.

Bagaimana membangun dan mendidik anak karena anakadalah aset Surga. Caranya yaitu:
* Jadikan anak kita betah di rumah, karena di dalam Rumah Tangga harus ada keharmonisan secara umum, yaitu:
1. Utamakan kekompakan.
Jika ingin marah terhadap anak maka harus kompak. Bukan sang ibu memarahi dan menghukum bila anak salah kemudian sang ayah justru membela atau melindungi begitu pula sebaiknya. Karena pendidikan ini penting bila anak salah maka ia akan benar-benar takut dan tak berani mengulanginya karena tak ada yang membela (biasanya bila anak salah mencari pembelaan dari ayah/ibu).
2. Jangan merasa mampu dalam mendidik anak, dan seringlah meminta tolong satu dengan yang lainnya.
3. Bangun komunikasi yang baik.
Apalagi bila sang ana sedang mengalami masa puber, beri pengarahan yang baik karena komunikasi dengan anak itu penting. Bentengi dengan kriteria yang baik dan arahkan jangan sampai dengan hawa nafsu.

Bang Haq:
* Persepsi kecantikan dan ketampanan itu bukan menjadi tujuan utama.
* Menempatkan diri dengan baik, tempatkan ketika di rumah maka sesuaikan dengan di rumah, begitu pula ketika di kantor atau di luar rumah.
* Masalah itu timbul diantara Harapan dan Kenyataan.
* Kebanyakan bila ada masalah, seseorang lebih mengarah pada kesulitannya. Padahal sudah janji Allah "Bersama kesulitan ada kemudahan". Mengapa demikian? karena kita sering berburuk sangka/su'udzon kepada Allah. Dan tidak mungkin Allah memberi kesusahan di luar kemampuan kita.
** Milikilah engkau impian yang tinggi, jangan su'udzon. Masalah akan menjadi keindahan apabila kita tidak melihat yang sulit akan tetapi lihatlah yang mudahnya. Dan intinya adalah berintrospeksi diri. **
Kesempurnaan yang kita harapkan semakin sulit kita dapatkan. Semakin mengharap kesempurnaan maka akan semakin terlihat kekurangan.
Cinta menjadikan indah apapun, meskipun tadinya kurang/rendah/tidak baik, justru mampu untuk menyempurnakan untuk kita, bukan menuntut yang sempurna.
* Orang yang menuntut perubahan kualitas diri adalah yang mencintai. Namun kebanyakan kita menuntut untuk dicintai sebelum mencintai.
* Orang yang mencintai, yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin.
* Manfaatkanlah kebaikan di dunia dengan sebaik-baiknya.
* Lintaskan dalam pikiran bahwa " Aku siap untuk menerimamu apa adanya tapi pastikan kau bisa menerimaku ada apanya.
* Rumus cinta:
1 + 1 = Everything (artinya sepasang suami istri apabila bersatu maka segalanya. Jika bertemu dengan belahan jiwa, yang tidak mungkin menjadi mungkin).
2 - 1 = Nothing (artinya jika belahan jiwa hilang satu maka seperti hilang harapan/tidak ada kebahagiaan)
* Ketika seseorang kehilangan belahan jiwanya, maka yang perlu diketahui bahwa jasadnya yang tak ada namun ruhnya tetap berada di dalam hati.
Cerdas Finansial
* Semakin bertambah kualitas, maka nilai akan semakin bertambah.
* Seseorang yang bekerja dalam suatu profesi yang tetap dan sama ia geluti semisal selama 15th dan ia tidak mendapatkan manfaat kelebihan dari aktivitasnya itu (misal tukang tahu gejrot yang berdagang belasan tahun tapi penghasilannya tetap segitu-gitu saja) sebenarnya ia bukan bekerja selama 15th, melainkan melakukan pekerjaan 1 hari yang dilakukan berulang-ulang.
* Banyak memberikan keuntungan/manfaat maak akan memberikan nilai tambah.
* Sebenarnya yang terjadi adalah bukan sulit untuk mendapatkan uang tapi kebanyakan kita menggunakan cara yang lama.

Ketika Anak Jatuh Hati (Sebuah pertanyaan dari peserta)
Buya Yahya:
* Caranya membuat pendekatan yang baik jangan dicaci calonnya. Tidak dengan kekerasan, ajak diskusi tentang masa depan dan jangan disinggung masalah itu.
* Jika hatinga memang susah untuk ditinggalkan, maka alihkan hatinya untuk menawarkan yang lain dengan berbicara masa depan lain, anggap tidak tahu tentang laki-laki yang anak pilih.
* Jangan jauhkan anak dengan kekerasan, karena anak akan lebih memberontak. Besarkan hatinya bukan kita hina dengan kesalahannya.
Bang Haq:
* Gunakan cara cerdas dalam berkomunikasi, sisipkan kalimat yang bukan pertanyaan sehingga ada persetujuan dan terjawab "YA".

# Kesimpulan Bang Haq:
* Rumah tangga itu harus indah, jika ingat suami senang, lihat foto istri senang, menjadikan penyemangat tersendiri dalam hidup.
* Jangan saling menyalahkan pasangan, lebih untuk koreksi diri lebih dalam.
* Dalam berrumah tangga itu yang dilihat adalah diri.

# Kesimpulan oleh Buya Yahya:
* Dalam menasihati harus diperhatikan 2 hal:
1. Kebenaran tidak harus diucapkan saat itu (ambil waktu yang tepat, saat baik bukan saat melanggar).
2. Kebenaran tidak harus diucapkan oleh lidah anda.
- Mungkin melalui surat atau ceritakan kepada orang yang dapat dipercaya (bukan sembarang orang karena bisa menjadi sebab menggunjing), pilih orang dicintai orang yang akan kita nasihati.
- Kalau ada masalah diselesaikan meskipun berat, karena terkadang masalah itu timbul atas kesalahpahaman.
- Faham begitu mudah tapi sadar tidak tampak. Menumbuhkan kesadaran dengan cara memandang dan menghadirkan kesusahan serta pengorbanan pasangan.
- Tidak cukup ilmu hanya ada di otak. Bukan hanya di akal tapi di hati.
- Jika ada masalah segera selesaikan.
3. Ilmu yang didapat ini untuk diri sendiri bukan untuk pasangan. Berubah untuk diri maka akan menjadi pantulan diri.
- Memohon pada Allah, minta tambahkan hatiku kecintaan pada pasangan yang dikhawatirkan adalah hilangnya kecintaan. Ada orang berkata kepada Iman syafi'i: "Mencintai wanita adalah bencana", lalu dijawab oleh beliau, "Mencintai istri bukanlah bencana yang menjadi bencana adalah duduk dekat bersama orang yang tidak kita cintai (tidak mencintai pasangan)."
- Mencari sebab-sebab kecintaan.
4. Kembali seperti pengantin baru (makan sepiring berdua dengan istri) keindahan seperti pengantin baru di dalam rumah. Pengantin Tua juga Harus lebih indah

Wallahu a'lam bisshowab.

Sahabatku jangan lupa Frekuensi baru RadioQU 92.9 fm Cirebon
Acara Rumahku Surgaku On Air setiap hari Jum'at pkl. 05.30 WIB Hanya di RadioQU 92.9 fm Cirebon
www.radioquonline.com

<3 Muslimah <3

Resep Bersihkan Hati dengan Cinta

Resep Bersihkan Hati dengan Cinta

Dikutip dari Kajian Buya Yahya di Masjid Raya Bogor
Rabu, 11 September 2013

Indah bila seseorang hidup penuh dengan cinta. Karena memikirkan kejahatan untuk orang lain itu melelahkan hati kita.

Apabila seseorang sudah cinta, diibaratkan dipukul kekasih itu terasa lebih manis dari pada buah kismis. Membangun Cinta kepada sesama dengan menjalin silaturahmi yang sesungguhnya. Lalu bagaimanakah silaturahmi yang sesungguhnya?
Apabila kita bersilaturahmi dan berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, itu merupakan hal yang mudah.
Namun, Silaturahmi yang sesunggunya ialah apabila diantara sesama yang terputus silaturahminya, kemudian kita lakukan kebaikan kepada mereka yang mendzolimi kita dengan berbuat baik/memberi hadiah, itu baru dinamakan silaturahmi.

Dan berikut adalah Resep Membangun Kecintaan serta Memangkas Kedengkian dan Kebencian, yaitu Bersihkan hati dengan:
1. Mendoakan orang lain (orang-orang yang mendzolimi kita dengan doa-doa yang baik). Hal ini menghilangkan kedengkian dan kebecian di hati kita.
2. Amal nyata (dengan berkunjung dan memberi hadiah). Tata hati terlebih dahulu sebelum menuju ke tempat yang akan kita kunjungi. Terkadang sambutan yang kurang baik ketika kita berkunjung membuat hilangnya amal dan semakin kotornya hati, berbeda dengan hati yang bersih, bahasanya dengan bahasa cinta yang selalu husnudzon kepada siapapun. Berkaca pada diri, ukur hati dengan sesama, jika mudah memaafkan orang maka hati anda bersih, namun bila sulit mendoakan orang lain/dendam di hati maka hati anda masih kotor.

Wallahu a'lam bisshowab.


Muslimah

Minggu, 30 Juni 2013

Sholat Jum'at Dengan Dua Adzan

SHOLAT JUMAT DENGAN DUA ADZAN
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon
www.buyayahya.org – BBM :2304A270 FB : Buya Yahya (Page)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين, وبه نستعين على أمور الدنيا والدين, وصلى الله على سيدنا محمد وآله صحبه وسلم أجمعين. وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة . أما بعد
Pendahuluan
Adanya 2 adzan dalam sholat jum’at adalah merupakan kesepakatan para ulama dari masa kemasa dimulai dari masanya Sayyidina Utsman bin Affan hingga hari ini sampai munculnya pendapat aneh yang bersebrangan dengan apa yang dijalankan oleh para ulama. Memang benar adzan jum’at pada zaman Nabi SAW dan Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar adalah sekali yaitu disaat khotib duduk diatas mimbar. Akan tetapi pada zaman Sayyidina Utsman bin Affan karena semakin banyaknya kaum muslimin maka beliau menganggap perlu untuk menambahkan adzan dari 1 adzan menjadi 2 adzan. Adzan yang pertama untuk mengingatkan kaum muslimin bahwasanya hari itu adalah hari jum’at agar bersiap-siap pergi ke masjid untuk melakukan sholat jum’at. Adapun adzan yang kedua adalah untuk menunjukan bahwa sholat jum’at akan segera dimulai. Dan hal seperti ini sudah menjadi kesepakatan para ulama dari masa kemasa dan tidak ada ingkar sama sekali dari para sahabat Nabi SAW.
Kisah penambahan adzan Sayyidina Utsman Bin Affan disebutkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shohihnya
1. Hadits yang diriwayatkan dari Sa’ib Ibn Yazid beliau berkata :

عن السائب بن يزيد -رضي الله عنه- قال: "كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ الإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ -رضي الله عنهما- فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ -رضي الله عنه- وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ" . رواه البخاري

Artinya (“Seruan adzan di hari jum’at mula-mula hanya di saat imam duduk di atas mimbar, hal ini terjadi pada zaman Nabi SAW dan zaman Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khotob. Pada zaman Sayyidina Utsman bin Affan saat orang-orang semakin banyak maka Sayyidina Utsman menambahkan adzan yang ke tiga yaitu di zauro” )HR Bukhori
Zauro’ adalah satu tempat yang suaranya bisa sampai ke pasar-pasar.

2. Hadits yang di riwayatkan oleh Az-Zuhri beliau berkata :

عن الزهري قال: سمعت السائب بن يزيد -رضي الله عنه- يقول: "إِنَّ الأَذَانَ يَوْمَ الجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى المِنْبَرِ في عهد رسول الله -صلى الله عليه وآله وسلم- وأبي بكر وعمر -رضي الله عنهما-، فلما كان في خلافة عثمان -رضي الله عنه- وكثروا أمر عثمان يوم الجمعة بالأذان الثالث، فأذن به على الزوراء، فثبت الأمر على ذلك". رواه البخاري

Artinya : (“Dari Zuhri beliau berkata sesungguhnya aku mendengar Sa’ib Ibn Yazid berkata : Sesungguhnya adzan pada hari jum’at mula-mula diadakan saat imam duduk diatas mimbar pada hari jum’at pada zaman Nabi SAW, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khotob. Pada masa kekholifahan Sayyidina Utsman bin Affan saat kaum muslimin semakin banyak maka Sayyidina Utsman memerintahkan menambah satu adzan yakni adzan yang ketiga yang dikumandangkan di Zauro’, maka setelah itu seperti itulah ketetapan adzan di dalam sholat jum’at.” )

Imam Bukhori menyebut adzan yang ketiga karena secara istilah iqomat juga disebut sebagai adzan seperti yang disabdakan Nabi SAW.
بين كل أذنين نافلة لمن شاء
Artinya:(Antara 2 adzan ada sholat sunnah yang sunnah untuk dilakukan bagi yang mau melakukan”).
Rasulullah menyebut adzan dan iqomat dengan istilah 2 adzan .

Yang bisa di fahami dari dua riwayat dari Imam Bukhori adalah adzan dalam jum’at yang semula hanya ada 2 yakni adzan dan iqomat saja, kemudian ditambah oleh Sayyidina Utsman dengan 1 adzan, seperti disebutkan oleh Imam Bukhori dengan istilah adzan yang ketiga, maka adzan dalam jum’at adalah adzan pertama, adzan kedua dan iqomah.

Ibn Hajar Al-Asqolani di dalam Fathul Bari Juz 2 hal 394 berkata :
"والذي يظهر أن الناس أخذوا بفعل عثمان في جميع البلاد إذ ذاك؛ لكونه خليفةً مطاعَ الأمر"
“Yang bisa di fahami sesungguhnya orang-orang telah melakukan dengan apa yang dilakukan Sayyidina Utsman di setiap negeri pada waktu itu karena beliau adalah seorang kholifah yang harus dipatuhi perintahnya”.

Dan sungguh mematuhi Sayyidina Utsman adalah hakikat sunnah Nabi SAW seperti yang disabdakan Nabi SAW dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Hibban dan Imam Hakim.
من يعش منكم بعدي فسيري إختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الحلفاء المهد يين الراشدين .
“Siapapun yang hidup setelahku maka akan melihat perbedaan yang banyak, maka hendaknya kalian semua berpegang kepada sunnahku dan sunnah para Kholifah Ar-Rosyidin.”

Dan itulah yang dipahami oleh para sahabat Nabi SAW sehingga pada zaman Sayyidina Utsman 2 adzan dalam sholat jum’at adalah merupakan Ijma atas kesepakatan para ulama dari masa Sayyidina Utsman bin Affan hingga hari ini. Hingga munculah pendapat yang berbeda yang seolah-olah mereka lebih tau tentang sunnah Nabi kemudian berani mengatakan jum’at dengan 2 adzan adalah bid’ah, maka pendapat seperti itu adalah pendapat yang tidak bisa dianggap sama sekali. Artinya yang membid’ahkan 2 adzan adalah membid’ahkan para sahabat-sahabat Nabi yang mulia dan sungguh benar apa yang disabdakan Nabi SAW,

إن أخر هذه الأمة يلعن أولها أخرها . حديث صحيح . رواه ابن ماجه
“Sesungguhnya umat akhir dari umat ini akan melaknat para pendahulu-pendahulunya” Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majjah

Terbukti sabda Nabi SAW pada zaman akhir ini ada orang yang membid’ahkan para salaf dan para sahabat Nabi SAW.
Mungkin ada yang bertanya, Bukankah sholat jum’at sudah ada pada zaman Nabi SAW ? Akan tetapi kenapa pada zaman Nabi adzan hanya dikumandangkan sekali kemudian di saat datang Sayyidina Utsman menjadi 2 kali ? Jawabannya adalah seperti yang disebutkan dalam riwayat Imam Bukhori di atas sebabnya adalah orang-orang semakin banyak pada zaman Sayyidina Utsman dan kota Madinah semakin melebar.
Dalam masalah ini sungguh tidak akan menjadi masalah bagi orang yang mengerti sunnah Nabi dan bagaimana berpegang pada sunnah Nabi SAW. Dan sudah menjadi maklum bagi ulama dari para sahabat Nabi bahwa berpegang kepada Khulafa Ar-Rosyidin adalah juga berpegang pada sunnah Nabi SAW.
Dari itulah kenapa para sahabat Nabi SAW bersepakat mengikuti Sayyidina Utsman padahal para sahabat Nabi juga banyak dari para ulama selain Sayyidina Utsman. Sungguh mereka tidak mengikuti sahabat Utsman kecuali karena benarnya apa yang dilakukan oleh Sayyidina Utsman Bin Affan Ra.


Waktu adzan yang pertama dan jarak antara adzan yang pertama dan kedua
Masalah jangka waktu antara adzan pertama dan kedua tidak ada ketentuannya, hanya dikira-kira sekedar agar kaum muslimin bisa bergegas mempersiapkan sholat jum’at.
Adapun waktu adzan awal para ulama berbeda pendapat, sebagian mengatakan sebelum masuk waktu dhuhur sebagian lagi mengatakan setelah masuk waktu dhuhur. Dan perbedaan seperti ini bagi mereka para ulama sangat sederhana sebab intinya untuk mengingatkan orang-orang agar bersiap-siap dan bergegas pergi ke masjid .

Pendapat ulama Saudi
Berikut ini kami akan menukil pendapat tokoh-tokoh dari Saudi yang sebetulnya kami tidak perlu mendatangkan pendapat-pendapat mereka karena dalam buku-buku kitab ahli sunnah wal jama’ah 4 madzhab sudah diterangkan dengan jelas dan gamblang tanpa ada keraguan sedikit pun bahwa ulama telah bersepakat bahwa adzan dalam sholat jum’at adalah dengan 2 adzan.
Akan tetapi setelah munculnya fitnah pembid’ahan terhadap 2 adzan atau membid’ahkan adzan tambahan Sayyidina Utsman. Maka kami perlu untuk menghadirkan pendapat tokoh-tokoh dari Saudi agar orang-orang yang mengingkari 2 adzan tersebut bisa membaca. Karena kebanyakan dari mereka yang mengingkari 2 adzan banyak berkiblat kepada para tokoh-tokoh dari Arab Saudi. Dan dengan sengaja kami nukil dengan bahasa arabnya secara utuh barang kali ada sebagian pembaca yang mengerti bahasa arab agar bisa membacanya sendiri. Dan fatwa-fatwa tersebut juga kami nukil secara utuh tanpa kami kurangi sedikitpun

Yang pertama datang pertanyaan kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz tentang kapan disyariatkannya 2 adzan dan bagaimana adzan tambahan yang bid’ah ini bisa terjadi di Saudi dan bagaimana orang Saudi melakukan bid’ah.
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz menjawab dan jawaban ini juga dikeluarkan oleh lembaga fatwa terpercaya dikalangan mereka yaitu Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhust Al ‘Ilmiyah Wal Ifta’ dan juga Fatwa ini bisa di dapat dalam kumpulan risalah-risalah Syaikh Abdul Aziz Bin Baz jilid 12.

Fatwa tersebut berbunyi :
ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: "عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، فتمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ" الحديث، والنداء يوم الجمعة كان أوله حين يجلس الإمام على المنبر في عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما، فلما كانت خلافة عثمان وكثر الناس أمر عثمان رضي الله عنه يوم الجمعة بالأذان الأول، وليس ببدعة لما سبق من الأمر باتباع سنة الخلفاء الراشدين، والأصل في ذلك ما رواه البخاري والنسائي والترمذي وابن ماجة وأبو داود واللفظ له:
عن ابن شهاب أخبرني السائب بن يزيد أن الأذان كان أوله حين يجلس الإمام على المنبر يوم الجمعة في عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما، فلما كان خلافة عثمان وكثر الناس أمر عثمان يوم الجمعة بالأذان الثالث فأذن به على الزوراء فثبت الأمر على ذلك،
وقد علق القسطلاني في شرحه للبخاري على هذا الحديث بأن النداء الذي زاده عثمان هو عند دخول الوقت، سمَّاه ثالثاً باعتبار كونه مزيداً على الأذان بين يدي الإمام والإقامة للصلاة، وأطلق على الإقامة أذاناً تغليباً بجامع الإعلام فيهما، وكان هذا الأذان لما كثر المسلمون فزاده عثمان رضي الله عنه اجتهاداً منه، ووافقه سائر الصحابة بالسكوت وعدم الإنكار، فصار إجماعا سكوتياً

Artinya;(”Telah benar riwayat dari Rosululloh SAW sesungguhnya Rosululloh bersabda : “Hendaknya engkau berpegang dengan sunnah ku dan sunnah Khulafa Ar-Rosyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Maka berpeganglah dengan sunnah tersebut dengan sungguh-sungguh.
Seruan adzan jum’at mula-mula diadakan saat imam duduk di atas mimbar pada zaman Nabi SAW, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khotob. Pada zaman Sayyidina Utsman bin Affan kaum muslimin semakin banyak. Maka Sayyidina Utsman memerintahkan menambah adzan yang pertama dalam sholat jum’at dan ini bukanlah BID’AH seperti yang telah disebutkan yaitu adanya perintah dari Nabi untuk mengikuti sunnah para Khulafa Ar-Rosyidin.
Dan landasan permasalahan ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Nasa’i, Imam Tirmidzi dan Imam Abu Dawud . (Dan lafadz hadits ini diambil dari Abu Dawud)
Diriwayatkan dari Ibnu Syihab beliau berkata : Telah memberikan kabar kepadaku Sa’ib ibn Yazid : sesungguhnya adzan itu mula-mula adalah pada saat imam duduk di mimbar pada hari jum’at pada zaman Nabi Saw, zaman Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq dan zaman Sayyidina Umar bin Khotob. Pada masa kekholifahan Sayyidina Utsman tatkala orang-orang semakin banyak Sayyidina Utsman memerintahkan pada hari jum’at agar diadakan adzan yang ke 3 yang kemudian dikumandangkan adzan di Zauro’. Dan setelah itu menjadi tetap lah permasalahan ini seperti itu.
Imam Asqotolani mengomentari hadits ini dalam Syarah Bukhorinya : “Sesungguhnya adzan yang diadakan Sayyidina Utsman saat masuknya waktu diberi nama dengan adzan ketiga karena dianggap sebagai tambahan dari adzan dihadapan imam (diatas mimbar) dan iqomah untuk sholat. Iqomah di dalam sholat juga di sebut dengan istilah adzan.
Dan adzan (tambahan) ini ditambakan oleh Sayyidina Utsman saat kaum muslimin menjadi banyak, hal seperti ini merupakan Ijtihad dari beliau, dan ijtihad ini disetujui para sahabat Nabi SAW tanpa ada ingkar sama sekali dari mereka. Maka hal semacam ini sudah menjadi Ijma atau kesepakatan (Ijma Sukuti).”)

Yang kedua Fatwa Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dalam kitab Syarah Mumti’ juz 6 hal 162
Teks Fatwa tersebut sebagai berikut :

ولكن يجب أن نعلم أنّ عثمان ـ رضي الله عنه ـ أحد الخلفاء الراشدين الذين أمرنا باتباع سنتهم، فإن لم ترد عن النبي صلّى الله عليه وسلّم سنة تدفع ما سنه الخلفاء، فسنة الخلفاء شرع متبع، وبهذا نعرف أن الأذان الأول يوم الجمعة سنة بإثبات النبي صلّى الله عليه وسلّم ذلك بقوله: «عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين» ، أما من أنكره من المُحدَثين، وقال: إنه بدعة وضلل به عثمان ـ رضي الله عنه ـ فهو الضال المبتدع؛ لأن عثمان رضي الله عنه سنَّ الأذان الأول بسبب لم يوجد في عهد النبي صلّى الله عليه وسلّم، ولو وجد سببه في عهد الرسول صلّى الله عليه وسلّم ولم يفعله النبي صلّى الله عليه وسلّم لقلنا: إن ما فعله عثمان -رضي الله عنه- مردود؛ لأن السبب وجد في عهد النبي صلّى الله عليه وسلّم ولم يسن النبي صلّى الله عليه وسلّم فيه شيئاً، أما ما لم يوجد في عهد الرسول عليه الصلاة والسلام السبب الذي من أجله سنَّ عثمان -رضي الله عنه- الأذان الأول فإن سنتَهُ سنةٌ متبعةٌ، ونحن مأمورون باتباعها

Artinya;(“Akan tetapi wajib untuk kita mengetahuinya bahwa sesungguhnya Sayyidina Utsman bin Affan adalah salah satu dari Khulafa Ar-Rosyidin yaitu orang-orang yang kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah mereka.
Jika tidak ada riwayat dari Nabi SAW satu sunnah yang menolak (bertentangan) dengan sunnah para Khulafah, maka menjadi pasti sunnah para khulafah tersebut adalah Syariat yang harus di ikuti.
Atas dasar inilah kita bisa mengetahui sesungguhnya adzan yang pertama pada hari jum’at adalah sunnah dengan pengukuhan dari Nabi SAW di dalam sabdanya : “Hendaknya engkau berpegang pada sunnah ku dan sunnah para Khulafa Ar-Rosyidin”
Adapun orang yang mengingkari dari orang-orang baru (akhir zaman) yang mengatakan adzan ini adalah bid’ah kemudian mengatakan Sayyidina Utsman adalah bid’ah, sesungguhnya mereka sendirilah ORANG-ORANG YANG SESAT DAN AHLI BID’AH. Sebab sesungguhnya Sayyidina Utsman mengadakan adzan yang pertama karena sebab yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Seandainya sebab yang ada pada zaman Sayyidina Utsman juga ada pada zaman Nabi kemudian Nabi tidak melakukannya tetapi Sayyidina Utsman melakukannya niscaya kami akan sependapat dengan mereka dan apa yang dilakukan Sayyidina Utsman harus ditolak. Adapun sebab yang tidak ada pada zaman Nabi kemudian adanya pada zaman Sayyidina Utsman dan Sayyidina Utsman melakukan atas dasar sebab tersebut seperti adzan yang pertama ini maka sesungguhnya itulah sunnah yang di ikuti dan kita pun diperintahkan untuk mengikutinya”.)

Kesimpulan
Kaum muslimin dan muslimat ini adalah sekelumit dari pencerahan untuk menghindarkan dari fitnah-fitnah yang ada di masjid-masjid masyarakat kita. Dan mari kita semua kembali kepada sunnah Khulafa Ar-Rosyidin dengan mempertahankan adzan jum’at dengan 2 adzan dan bagi masjid yang adzannya hanya ada satu kali kita kembalikan menjadi 2 adzan yang itu semua adalah demi kepatuhan kita kepada ulama, Khulafa Ar-Rosyidin dan kepada Rosululloh SAW.
Dan bisa disimpulkan sebagai berikut :
1. Adzan jum’at dengan 2 adzan adalah kesepakatan para sahabat Nabi dan para ulama dari masa kemasa
2. Munculnya pendapat yang berbeda dengan ini adalah pendapat yang aneh dan hanya menimbulkan fitnah di tengah masyarakat
3. Mari kita membaca ilmu dengan penuh keinsyafan

Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada kita semua . 

Wallahu a’lam Bish-showab

TIM Dakwah Al-Bahjah
Muslimah

ADAKAH TARAWEH YANG BID'AH?

ADAKAH TARAWEH YANG BID'AH?

"SHOLAT TARAWIH 8 ROKA’AT"
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh LPD Al-Bahjah - Cirebon

Bagi orang yang mengenal hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan perkataan para Ulama tentu amat sangat mudah untuk mengetahui bahwasannya Shalat Taraweh 8 roka’at itu tidak pernah diambil dari Nabi Muhammad SAW dan juga tidak pernah dilakukan oleh para Sahabat-Sahabat beliau khususnya para Khulafaur Rosyidin.
Maka, jika ada yang mengikuti pendapat ini (taraweh 8 roka’at) lalu berhujjah ini adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW sungguh ini adalah hal yang sangat mengherankan, apalagi hujjah yang mereka keluarkan adalah hujjah yang tidak semestinya digunakan untuk Shalat Taraweh, yaitu Hujjah tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW seperti yang telah kami sebutkan dalam pembahasan Sholat Witir di awal risalah ini.
Dan sungguh sangat mengherankan lagi jika muncul orang yang memilih Shalat Taraweh hanya 8 roka’at kemudian dengan serta merta menyalahkan orang yang melakukan Shalat Taraweh 20 roka’at. Kalau kita cermati bahwasannya Shalat Taraweh 20 roka’at tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW akan tetapi pernah dilakukan oleh para Sahabat Nabi SAW, khususnya Khulafaur Rosyidin yang sunnah mereka adalah termasuk Sunnahnya Rasulullah SAW. Sementara Shalat Taraweh 8 roka’at tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan juga tidak pernah dilakukan oleh para Khulafaur Rosyidin.
Yang harus disadari fitnah perpecahan terjadi bukan karena seseorang tidak melakukan taraweh atau melakukan taraweh dengan bilangan tertentu akan tetapi perpecahan terjadi karena kesombongan sebagian orang yang begitu mudah menyalahkan dan membid’ahkan orang lain dan ulama terdahulu.
Risalah ini dihadirkan bukan untuk menghujat orang yang melakukan sholat taraweh 8 rokaat. Sebab berapa pun roka’at yang dilakukan seseorang akan masuk dalam ibadah (Qiyamullail) yang diterima di bulan Romadhon.
Dan karena munculnya kesalah fahaman sebagian orang yang beranggapan bahwa tarawehnya Rasulullah adalah hanya 8 roka’at kemudian menganggap yang lebih dari itu adalah salah bahkan kadang dengan anggapan bid'ah. Maka kami perlu untuk menghadirkan pemahaman ulama terdahulu (Salaf) agar ada pencerahan bagi semua yang sering berprasangka buruk kepada sesama kaum muslimin.

A. Hujjah yang mengatakan Shalat Taraweh 8 roka’at

1. Hadits riwayat Imam Ibnu Hibban dan Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam Kitab Shohihnya :

عَنْ جَابِرٍ :" أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ وَالْوِتْرَ ثُمَّ انْتَظَرُوْهُ فِي الْقَابِلَةِ يَخْرُجُ إِلَيْهِمْ"

Dari Jabir: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan Shalat Taraweh bersama para Sahabat sebanyak 8 roka’at kemudian Shalat Witir, kemudian mereka menunggu Rasulullah SAW keluar di malam berikutnya”.

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1079 jilid 4 hal. 319 :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

Dari Abu Salamah Bin Abdurrahman, suatu ketika beliau bertanya kepada Sayyidah Aisyah ra tentang Shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, maka Sayyidah Aisyah ra menjawab “Rasulullah SAW tidak menambah lebih dari 11 roka’at baik di bulan Ramadhan atau di luar ramadhan, beliau melakukan Shalat 4 roka’at dan jangan engkau bertanya tentang kebagusan dan panjangnya sholat beliau, kemudian beliau melakukan Shalat 4 roka’at lagi, dan jangan engkau bertanya kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau melakukan Shalat 3 roka’at”. Kemudian Sayyidah Aisyah ra berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir?” Maka Rasulullah SAW menjawab : “Wahai Aisyah, memang benar mataku tertidur akan tetapi hatiku tidak tidur”.
Dari 2 riwayat tersebut mereka menyimpulkan bahwa sholat taraweh Rasulullah adalah 11 roka’at, 8 roka’at sholat taraweh dan 3 sholat witir

B. Penjelasan Ulama Tentang Shalat Taraweh 8 Roka’at

1. Adapun hadits yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Ibnu Khuzaimah dari Jabir Bin Abdullah adalah sangat lemah (Dho’if) sekali. Sebab dalam hadits ini ada ‘Isa Bin Jariyah, menurut Ibnu Ma’in dan Daud ia adalah perowi “Munkar Al-Hadits”, Ibnu Adi berkata bahwasannya hadits-hadits yang diriwayatkan dari ‘Isa Bin Jariyah tersebut tidak bisa diambil untuk dijadikan landasan amal, maka dari itu As-Saji dan Al-‘Aqili memasukkan hadits ini ke dalam Hadits yang Dho’if.
Disebutkan dalam kitab At-Tahdzib karya Imam Ibnu Hajar jilid 8 hal. 207 bahwasannya dalam sanad hadits tersebut terdapat Ya’qub Bin Abdullah Al-Qummi, Imam Ad-Daruqutni berkata : “Ya’qub Bin Abdullah Al-Qummi bukanlah perowi yang kuat hafalannya”.
Maka dari itu hadits tersebut sangat tidak bisa dijadikan hujjah, oleh sebab itulah maka Imam Ash-Shon’ani menukil dari Imam Az-Zarkasyi dalam Kitab Al-Khadim beliau mengatakan :
" بَلِ الثَّابِتُ فِي الصَّحِيْحِ الصَّلاَةُ مِنْ غَيْرِ ذِكْرٍ بِالْعَدَدِ "
“Adapun yang Shohih (benar) tentang Shalat Taraweh adalah tidak ada penyebutan bilangannya (yakni tidak ada batasan roka’atnya)”. Subulus Salam jilid 2 hal. 10
Seandainya hadits ini benar (maaf ini hanya berandai-andai) maka yang sesuai dengan riwayat-riwayat yang lain menunjukkan bahwa hadits ini berisi berita tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW dengan salah satu dari 2 kemungkinan :
1. Rasulullah melakukan witir 8+1= 9 roka’at
2. Rasulullah melakukan witir 8+3= 11 roka’at
Dan makna ini sungguh sangat tepat dan sesuai dengan hadits-hadits yang lainnya. Sementara sudah sangat jelas bahwa di dalam hadits tersebut tidak menjelaskan Shalat Taraweh Rasulullah adalah 8 + 3 =11 roka’at, akan tetapi dalam riwayat tersebut Nabi Muhammad SAW melakukan sholat witir 8 roka’at ditutup dengan 1 roka’at.
Dan makna witir pada asalnya digunakan untuk 1, seperti disebutkan dalam hadits shohih riwayat Imam Muslim :
إِنَّ اللهَ وِتْرٌ
“Sesungguhnya Allah adalah witir (satu)”.
Witir baru bisa digunakan untuk makna 3, 5 dan seterusnya jika ada keterangan (Qorinah).
Jika kita maknai witir dalam hadits tersebut adalah 1 roka’at, kemudian yang 8 roka’at adalah sholat tarawih, ini berarti Shalat Witirnya Rasulullah hanya 1 roka’at dan ini sungguh berseberangan dengan hadits yang lainnya khususnya hadits Sayyidah Aisyah r.a.
Jadi kesimpulannya kalau seandainya hadits itu benar maka maknanya adalah berita tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW dengan cara 8+1 = 9 roka’at atau 8+3 = 11 roka’at.
Dan lebih dari itu semua karena hadits tersebut adalah lemah maka semestinya tidak perlu dibahas karena sudah ada hadits yang lebih kuat dan lebih jelas maknanya.

2. Sedangkan hadits yang ke-2 yaitu hadits riwayat Sayyidah Aisyah, hadits tersebut tidak bisa dijadikan Hujjah bahwa Shalat taraweh adalah 8 roka’at dan witir adalah 3 roka’at. Karena hadits tersebut hanya berbicara tentang witirnya Rasulullah SAW yang 11 roka’at dan bukannya Rasulullah SAW melakukan Shalat Taraweh 8 roka’at dan Shalat Witirnya 3 roka’at.
Sebuah pertanyaan yang harus direnungi, dari mana datangnya pemahaman bahwa di sini Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir hanya 3 roka’at, lalu yang 8 roka’at adalah Shalat Taraweh?
Berarti seolah-olah Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan justru mengurangi bilangan roka’at Shalat Witirnya dari 11 roka’at menjadi 3 roka’at, karena di anggap yang 8 roka’at adalah Shalat Taraweh.
Padahal sudah jelas dalam hadits riwayat Sayyidah Aisyah ra tersebut di atas Rasulullah SAW melakukan sholat 4 + 4 + 3 roka’at = 11 roka’at, kemudian Sayyidah Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir?”
Sangat jelas bahwa ini adalah pertanyaan tentang Shalat Witirnya Rasulullah secara umum bukan keterangan Shalat Witir Rasulullah 3 roka’at. Sebab di situ Sayyidah Aisyah ra tidak bertanya : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir 3 roka’at?”
Dari mana datang kesimpulan bahwa Shalat Witir Rasulullah adalah 3 roka’at? Itu kesimpulan yang tidak jelas. Kenapa tidak kita simpulkan dengan riwayat lain yang shohih bahwa Rasulullah SAW sering melakukan Shalat Witir 11 roka’at agar antara hadits dengan hadits yang lain seiring dan seirama?
Adapun cara melakukan Shalat Witir 11 roka’at bisa dilakukan dengan cara berikut ini :
a. 2+2+2+2+2+1 = 11 roka’at
b. 2+2+2+2+3 = 11 roka’at
c. 4+4+3 = 11 roka’at
d. 4+4+2+1 = 11 rokaat
e. 8+3 = 11 roka’at
f. 10+1 = 11 roka’at
Dalam riwayat lain disebutkan :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ : لاَ تُوتِرُوْا بِثَلاَثٍ، أَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ وَلاَ تُشَبِّهُوْا بِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ. رَوَاهُ الدَّارُ قُطْنِيُّ
Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian Shalat Witir 3 roka’at, akan tetapi Shalat Witirlah 5 atau 7 roka’at dan jangan kalian serupakan dengan Shalat Maghrib”. Hadits riwayat Imam Ad-Daruqutni (no. 1 jilid 2 hal 24) dengan sanad dan perowi yang Tsiqoh (dapat dipercaya).

Bagaimana mungkin Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir 3 roka’at terus-menerus khususnya di bulan Ramadhan sedangkan beliau sendiri menganjurkan agar kita tidak hanya melakukan witir 3 roka’at. Sungguh hal ini sangat jauh dari kesempurnaan dan kecintaan Rasulullah SAW kepada ibadah. Adapun riwayat yang mengatakan Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir 3 roka’at atau kurang dari 11 roka’at itu untuk menjelaskan bahwa yang 11 roka’at bukanlah sebuah keharusan akan tetapi tetap boleh kurang dari 11 roka’at bahkan 1 roka’at pun juga boleh.
“Telah diriwayatkan bahwasannya Shalat Witirnya Rasulullah SAW sampai 13, atau 11, 9, 7, 5, 3 dan 1 roka’at.”

Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwasannya Shalat Witirnya Rasulullah SAW di luar bulan Ramadhan saja hingaa sampai 11 roka’at seperti yang dikatakan oleh kebanyakan Ulama atau sampai 13 roka’at seperti yang dikatakan oleh sebagian kecil ulama. Dan pemahama ini diambil dari hadits-hadits Nabi yang sangat jelas dan shohih seperti yang kami sebutkan dalam pembahasan bilangan sholat witirnya Rasulullah SAW.
Di luar ramadhan saja witir Nabi Muhammad SAW sampai 11 roka’at, bagaimana di bulan Romadhon di bulan ibadah Nabi Muhammad SAW mengurangi sholat witir hingga 3 rokaat?
Sungguh ini sangat bertentangan dengan himbauan Rasulullah untuk memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan.

Ada dua hal yang harus dicermati :

Pertama ; Bahwa 11 rokaat adalah sholat witir di dalam bulan Romadhon dan di luar bulan Romadhon. Ungkapan di luar Romadhon ini sangat jelas maknanya bahwa Siti Aisyah r.a. bukan berbicara tentang tarawih, karena di luar Romadhon tidak ada tarawih.

Kedua ; Setelah Siti Aisyah melihat sholat Rasulullah SAW 11 roka’at, kemudian Siti Aisyah bertanya : “Apakah engkau tidur sebelum melakukan sholat witir Ya Rasulullah?”. Siti Aisyah adalah orang cerdas tidak mungkin beliau bertanya sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan apa yang dilihatnya. Artinya jelas-jelas saat itu Siti Aisyah bertanya tentang sholat yang bilangannya 11 yang dilakukan oleh Nabi SAW setelah tidur. Dan 11 roka’at itu disebut oleh Siti Aisyah dalam pertanyaanya dengan “witir”.

3. Riwayat dari Sayyidah Aisyah berbeda-beda dalam permasalahan ini, dalam satu riwayat beliau mengatakan : “Rasulullah SAW tidak pernah menambah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan melebihi 11 roka’at”, seperti tersebut diatas.
Akan tetapi dalam riwayat lain dari Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim Sayyidah Aisyah ra berkata :
كَانَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ عَشَرَ رَكَعَاتٍ وَيُوْتِرُ بِسَجْدَةٍ.
“Rasulullah SAW melakukan Shalat pada malam hari dengan 10 roka’at dan dengan 1 roka’at”.
Apakah dengan hadits ini lalu kita katakan Shalat Tarawehnya Rasulullah berubah menjadi 10 roka’at dan witirnya 1 roka’at? Hadits ini tidak menjelaskan Shalat Taraweh dan Witir akan tetapi tentang Shalat Witir dengan cara 10+1 = 11 roka’at.
Dalam riwayat yang lainnya Sayyidah Aisyah ra berkata :
أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةٍ رَكْعَةً ثُمَّ يُصَلِّيْ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْتَيْنِ فَكَانَتْ خَمْسَ عَشْرَةٍ رَكْعَةً
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat malam 13 roka’at, kemudian Rasulullah SAW Shalat 2 roka’at yang ringan ketika mendengar Adzan Shubuh, maka Shalat malam Rasulullah SAW menjadi 15 roka’at” (HR. Imam Muslim).
Hadits ini sangat sesuai dengan riwayat yang mengatakan bahwa Shalat Witirnya Rasulullah SAW adalah sampai 13 roka’at.

Imam As-Shon’ani berkata di dalam kitab Subulus Salam :

" إِعْلَمْ أَنَّهُ قَدِ اخْتَلَفَتْ الرِّوَايَاتُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فِيْ كَيْفِيَّةِ صَلاَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ وَعَدَدِهَا فَقَدْ رُوِيَ عَنْهَا سَبْعٌ وَتِسْعٌ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سِوَى رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ "

“Ketahuilah bahwsannya riwayat-riwayat dari Sayyidah Aisyah r.a banyak yang berbeda berkenaan dengan cara Shalat malam dan bilangan roka’atnya Rasulullah SAW, dan telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra bahwa bilangan roka’at Shalat malamnya Rasulullah SAW adalah 7, 9 dan 11 roka’at selain 2 roka’at Shalat Sunnah Fajar (Qobliyah Shubuh)”.

Ini adalah bilangan roka’at Shalat Witir yang tidak hanya 11 roka’at, inilah hal yang menguatkan bahwasannya riwayat 11 roka’at dari Sayyidah Aisyah itu adalah Shalat Witirnya Rasulullah SAW bukan Shalat Taraweh. Maka dari itu Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani menghadirkan riwayat dari Sayyidah Aisyah tersebut dalam kitab Bulugh Al-Maram diletakkan pada Bab Shalat Witir sebab riwayat tersebut berhubungan dengan Shalat Witir.

4. Jika kita perhatikan bahwa riwayat-riwayat yang berhubungan dengan Shalat Taraweh dan Witir sangat banyak dan berbeda-beda. Dan yang lebih bisa untuk menjelaskan adalah apa yang dilakukan para Sahabat Nabi SAW berkenaan dengan masalah tersebut. Dan kita telah menemukan riwayat yang benar tentang bilangan Shalat Taraweh yang 20 roka’at dari para sahabat Nabi SAW dan juga riwayat Shalat Witir mulai dari 1 roka’at sampai 11 roka’at. Maka bisa disimpulkan dengan pasti bahwa riwayat dari Sayyidah Aisyah r.a itu adalah tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW.

5. Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat Witir atau mengajari Shalat Witir dengan 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 roka’at bahkan sampai 13 roka’at itu semua untuk menunjukkan bahwa Shalat Witir adalah sholat yang amat penting, jangan sampai ditinggalkan walaupun hanya 1 roka’at dan tidak harus 11 roka’at, namun yang sering dilakukan oleh Rasulullah SAW baik di Ramadhan atau di luar Ramadhan adalah 11 roka’at. Nah, bagaimana Rasulullah yang Shalat Witirnya di luar Ramadhan saja mengambil yang banyak (11 roka’at) akan tetapi justru di saat bulan Ramadhan Rasulullah SAW sendiri malah mengurangi Witir tersebut menjadi 3 roka’at. Sungguh ini bertentangan dengan himbauan beliau sendiri agar kita memperbanyak ibadah termasuk Shalat di malam Ramadhan.


"Bilangan Shalat Witirnya Rasulullah SAW"

Shalat Witir adalah amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan dan sekaligus ini adalah amalan yang sangat sunnah bagi Umat beliau lebih khusus lagi adalah jika dilakukan pada malam-malam bulan Ramadhan.
Untuk menyatakan bahwasannya ini adalah Sunnah yang dikukuhkan mari kita lihat riwayat-riwayat dari Rasulullah SAW tentang Shalat Witir beliau :

1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 990 jilid 2 hal. 404:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَم صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى.

Dari Ibnu Umar ra seorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Shalat malam, maka Rasulullah SAW bersabda : “Shalat malam itu 2 rokaat-2 rokaat, akan tetapi apabila salah seorang di antara kalian khawatir akan masuk waktu Shalat Shubuh maka Shalatlah 1 rokaat sebagai Witir ”.

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 995 jilid 2 hal. 409 :

حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ سِيرِينَ قَالَ قُلْتُ لاِبْنِ عُمَرَ أَرَأَيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ أُطِيلُ فِيهِمَا الْقِرَاءَةَ فَقَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَيُوتِرُ بِرَكْعَةٍ وَيُصَلِّي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ وَكَأَنَّ اْلأَذَانَ بِأُذُنَيْهِ قَالَ حَمَّادٌ أَيْ سُرْعَةً.

Telah bercerita kepada kami Sayyidina Anas Bin Sirin ra beliau berkata : “Aku bertanya kepada Ibnu Umar ra sholat apakah 2 rokaat sebelum Shalat Shubuh dan aku memperpanjang bacaan di 2 rokaat tersebut? Maka Ibnu Umar ra berkata “Rasulullah SAW melakukan Shalat malam 2 rokaat - 2 rokaat kemudian menutupnya dengan Witir 1 rokaat, kemudian beliau Shalat 2 rokaat sebelum Shubuh dan seolah-olah adzan shubuh (terdengar) di kedua telinganya”. Hammad berkata : “Yakni cepat” (jarak antara Shalat 2 rokaat terakhir Rasulullah SAW dengan masuknya waktu Shubuh sangat dekat sekali).

3. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 997 jilid 2 hal. 411 :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةً عَلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ.

Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata : “Rasulullah SAW melakukan Shalat sedangkan aku tidur melintang di atas kasurnya, ketika beliau hendak melakukan Shalat Witir beliau membangunkanku kemudian aku melakukan Shalat Witir”.

4. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 998 jilid 2 hal. 412 :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.

Dari Abdullah Bin Umar ra dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda : “Jadikanlah Witir sebagai penutup Shalat malam kalian”.

5. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 999 jilid 2 hal. 413 :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ أَسِيرُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَقَالَ سَعِيدٌ فَلَمَّا خَشِيتُ الصُّبْحَ نَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ ثُمَّ لَحِقْتُهُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَيْنَ كُنْتَ فَقُلْتُ خَشِيتُ الصُّبْحَ فَنَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَلَيْسَ لَكَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أسْوَةٌ حَسَنَةٌ فَقُلْتُ بَلَى وَاللَّهِ قَالَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ.

Dari Sa’id Bin Yasar ra sesungguhnya beliau berkata : “Dahulu aku berjalan pada malam hari bersama Abdullah Bin Umar di salah satu jalan di Makkah, kemudian beliau (Sa’id) berkata “Ketika aku khawatir waktu Shubuh (menjelang) maka aku turun kemudian melakukan Shalat Witir kemudian aku menyusul Abdullah Bin Umar lalu beliau bertanya “Kemana saja kamu?”, kemudian aku menjawab “Aku khawatir masuk waktu Shubuh maka dari itu aku turun dan melakukan Shalat Witir”, kemudian Abdullah Bin Umar berkata “Bukankah Rasulullah SAW suri tauladan yang baik?”, maka aku menjawab “Ya, demi Allah”, Abdullah Bin Umar berkata “Sungguh Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat Witir di atas onta”.

6. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 1000 jilid 2 hal. 414 :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً صَلاَةَ اللَّيْلِ إِلاَّ الْفَرَائِضَ وَيُوتِرُ عَلَى رَاحِلَتِهِ.

Dari Ibnu Umar ra beliau berkata : “Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat di saat bepergian di atas ontanya kemanapun ontanya tersebut menghadap, beliau melakukan Shalat malam (dengan cara seperti itu) selain Sholat Fardhu kemudian melakukan Shalat Witir di atas ontanya”.

7. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari 1094 jilid 4 hal 334 :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ يُصَلِّي إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.

Sayyidah Aisyah ra berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat malam 13 rokaat, kemudian Rasulullah SAW melakukan Shalat 2 rokaat yang ringan ketika mendengar Adzan Shubuh”.

8. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1079 jilid 4 hal. 319 :

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي.

Dari Abu Salamah Bin Abdurrahman, suatu ketika beliau bertanya kepada Sayyidah Aisyah ra tentang Shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, maka Sayyidah Aisyah ra menjawab “Rasulullah SAW tidak menambah lebih dari 11 rokaat baik di bulan Ramadhan atau diluar ramadhan, beliau melakukan Shalat 4 rokaat dan jangan engkau bertanya tentang kebagusan dan panjangnya sholat beliau, kemudian beliau melakukan Shalat 4 rokaat lagi, dan jangan engkau bertanya kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau melakukan Shalat 3 rokaat”. Kemudian Sayyidah Aisyah ra berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir? Maka Rasulullah SAW menjawab : “Wahai Aisyah, memang benar mataku tertidur akan tetapi hatiku tidak tidur”.

9. Hadits riwayat Imam Muslim no. 1222 jilid 4 hal. 92 :

عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اللَّيْلِ عَشَرَ رَكَعَاتٍ وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَتْلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.

Dari Al-Qosim Bin Muhammad, beliau berkata : “Aku mendengar Sayyidah Aisyah ra berkata: “Shalatnya Rasulullah SAW pada malam hari itu 10 rokaat dan ditutup dengan 1 rokaat, kemudian beliau melakukan Shalat 2 rokaat maka terkumpulah sholat beliau menjadi 13 rokaat.”

10. Hadits riwayat Imam At-Tirmidzi no. 240 jilid 2 hal 263 :

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً فَلَمَّا كَبِرَ وَضَعُفَ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ.

Dari Ummu Salamah ra beliau berkata : “Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat Witir 13 rokaat, namun ketika beliau mulai lanjut usia dan lemah maka beliau melakukan Shalat Witir 7 rokaat”.

Keterangan :
Kalau kita lihat dari hadits-hadits tersebut di atas sungguh Rasulullah SAW begitu menghimbau untuk melakukan Shalat Witir dan menghimbau kita untuk memperbanyak melakukan Shalat Witir hingga 11 rokaat bahkan sampai 13 rokaat.
Adapun bagi orang yang ingin mengurangi dari bilangan tersebut hendaknya diupayakan tidak kurang dari 3 rokaat, sampai dikatakan oleh para Ulama bahwasannya 3 rokaat adalah derajat kesempurnaan Shalat Witir yang paling rendah (أَقَلُّ الْكَمَالِ), kecuali bagi seseorang yang memiliki waktu yang sempit dan tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan Shalat Witir 3 rokaat maka hendaknya ia melakukan Shalat Witir 1 rokaat. Jelasnya jangan sampai tidak melakukan Shalat Witir sama sekali.

Tidak ada riwayat tentang batasan Shalat Tarawehnya Rasulullah SAW di malam bulan Ramadhan. Yang jelas pada malam-malam di bulan Ramadhan Rasulullah SAW memperbanyak ibadah dengan ibadah-ibadah yang tidak pernah Rasulullah SAW lakukan di luar bulan Ramadhan.

Hadits-hadits yang berkenaan dengan ibadah malam Ramadhan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW :

1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1061 jilid 4 hal 290 dan Imam Muslim no. 1270 jilid 4 hal. 148 :

وَقَالَتْ السَّيِّدَةُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوْا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ :" قَدْ رَأَيْتُ الَّذِيْ صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِيْ مِنَ الْخْرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّيْ خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ " وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ.

Sayyidah Aisyah ra berkata :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam melakukan Shalat di Masjid, kemudian ada orang-orang yang mengikutinya melakukan Shalat (berjama’ah), kemudian malam berikutnya Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat lagi dan orang-orang bertambah banyak, lalu pada malam ke 3 atau 4 orang-orang berkumpul dan Nabi Muhammad SAW tidak keluar kepada mereka (untuk melakukan Shalat), ketika menjelang pagi hari Nabi Muhammad SAW bersabda : “Sungguh aku tahu apa yang kalian lakukan (semalam: yakni berkumpul untuk Shalat), sungguh tak ada yang mencegahku untuk keluar melainkan aku khawatir Shalat tersebut diwajibkan kepada kalian”. Hal ini terjadi pada bulan Ramadhan (yakni Shalat Taraweh).

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 689 jilid 3 hal 165 :

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ حُجْرَةً قَالَ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ مِنْ حَصِيرٍ فِي رَمَضَانَ فَصَلَّى فِيهَا لَيَالِيَ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا عَلِمَ بِهِمْ جَعَلَ يَقْعُدُ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ.

Dari Zaid Bin Tsabit ra, “Sesungguhnya Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan masuk ke kamar yang terdapat di dalamnya tikar kemudian Rasulullah SAW Shalat di kamar tersebut selama beberapa malam, kemudian orang-orang dari para Sahabat ikut Shalat, setelah Rasulullah SAW mengetahui akan hal tersebut (mengikutinya Shalat) maka beliau duduk (tidak keluar untuk sementara) kemudian keluar menemui mereka dan bersabda : “Sungguh aku telah tahu dan melihat apa yang kalian perbuat, maka Sholatlah kalian di rumah kalian karena sebaik-baik Shalatnya seseorang adalah di rumahnya selain Shalat Fardhu”.


3. Hadits riwayat Imam Muslim no. 1271 jilid 4 hal 149 :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلاَةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا.

Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar di tengah malam dan melakukan Shalat di Masjid, kemudian orang-orang dari para sahabat nabi mengikutinya Shalatnya Rasulullah (berjama’ah), di keesokan harinya orang-orang pada membicarakan hal tersebut, maka orang-orang yang berkumpul makin banyak kemudian Rasulullah SAW keluar pada malam yang ke-2 dan esok harinya orang-orang membincangkan hal tersebut, hingga pada malam ke-3 orang-orang di Masjid bertambah banyak kemudian Rasulullah SAW keluar untuk Shalat bersama mereka, akan tetapi pada malam ke-4 Masjid tidak mampu menampung (para sahabat) maka Rasulullah SAW tidak keluar, kemudian ada seseorang yang berkata : Shalat!!! Namun demikian Rasulullah SAW tidak keluar sampai pada akhirnya beliau keluar di waktu Shalat Shubuh, setelah melakukan Shalat beliau menghadap kepada orang-orang kemudian membaca Syahadat dan bersabda : “Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan semalam, akan tetapi aku khawatir Shalat Malam (Taraweh) tersebut diwajibkan atas kalian kemudian kalian tidak mampu melaksanakannya”.
Dari keterangan tersebut bahwasannya tidak ada riwayat khusus yang dinukil dari Rasulullah SAW tentang bilangan rokaat Shalat Taraweh.
Wallahui a’lam bisshowab

Bilangan rokaat Shalat Taraweh pada masa Sahabat ra yaitu dimulai dari masa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra. Yang perlu dicermati :

Pertama, beliau Sayyidina Umar mengambil bilangan 20 rokaat sementara tidak ada riwayat dari Rasulullah SAW yang menjelaskan bilangan tersebut.

Kedua, kita semua juga mengenal siapa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra, Sayyidina Utsman Bin ‘Affan ra, Sayyidina Ali Bin Abi Thalib beserta ribuan Sahabat Nabi yang lainnya.

Ketiga, pada kenyataan dan sudah benar-benar terbukti akan kebenaran riwayat tentang Shalat Taraweh 20 rokaat itu dari Sayyidina Umar Bin Khaththab ra. seperti yang akan kami sebutkan dalam pembahasan selanjutnya.

Maka tidak ada lagi bagi kita kecuali harus mengikutinya. Itulah yang dilakukan oleh para Imam 4 Madzhab. Dan mengikuti para Khulafah Ar-Rosyidin adalah termasuk mengamalkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن صحيح(

“Hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Kholifah yang bijak dan yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengan sunnah tersebut dan berhati-hatilah kalian dengan perkara yang diada-ada karena setiap Bid’ah itu sesat”.
HR Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi, Imam Tirmidzi berkata hadits tersebut Hasan Shohih

Rasulullah SAW bersabda :
"اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ" رَوَاهُ اَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ حُذَيْفَةَ
“Ikutilah 2 orang setelah ku yaitu Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar”. HR Imam Ahmad, Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari Hudzaifah

Riwayat-riwayat tentang Shalat Tarawehnya para Sahabat Nabi :

1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 2012 jilid 5 hal. 142 :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ- رضى الله عنه - لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ، إِلَى الْمَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ أَنِّيْ أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ.

Dari Abdurrahman bin Abdul Qari beliau berkata : "Aku keluar bersama Sayyidina 'Umar bin Khaththab ra pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang pada melakukan Shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang melakukan Shalat sendiri dan ada yang melakukan sholat kemudian diikuti oleh makmum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka Sayyidina Umar berkata : "Aku berpikir bagaimana seandainya mereka aku kumpulkan semuanya agar berjamaah dengan dipimpin oleh satu oeang imam, tentu hal itu akan lebih baik.". Kemudian Sayyidina Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Sayyidina Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang Shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang Imam, lalu Sayyidina Umar berkata, "ini adalah Sebaik-baik Bid’ah . Dan mereka yang tidur terlebih dahulu (kemudian sholat) itu lebih baik daripada yang Shalat di awal malam (kemudian tidur)”.

2. Hadits riwayat Imam Al-Baihaqi no. 4801 jilid 2 hal. 496 :

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً - قَالَ - وَكَانُوا يَقْرَءُونَ بِالْمِئِينِ، وَكَانُوا يَتَوَكَّئُونَ عَلَى عُصِيِّهِمْ فِى عَهْدِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ شِدَّةِ الْقِيَامِ.

Diriwayatkan dari As-Saib Bin Yazid ra, beliau berkata : “Mereka (para sahabat) melakukan Qiyam Ramadhan (Shalat Taraweh) pada masa Sayyidina Umar Bin Al-Khatthab ra sebanyak 20 rokaat”, beliau berkata : “Mereka membaca sebanyak 200 ayat, sedangkan pada masa Sayyidina Utsman Bin Affan ra mereka bersandaran pada tongkat mereka dikarenakan lamanya berdiri”.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik no. 252 jilid 1 hal 115 :

عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُوْمَانَ قَالَ :" كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً ". يَعْنِيْ يُصَلُّوْنَ التَّرَاوِيْحَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُوْنَ بِثَلاَثِ رَكَعَاتٍ.

Dari Yazid Bin Ruman beliau berkata : “Orang-orang pada masa Sayyidina Umar Bin Khaththab melakukan Qiyam (Shalat Taraweh) 23 rokaat”. Yakni mereka Shalat Taraweh 20 rokaat dan Shalat Witir 3 rokaat.

Wallahu a’lam bisshowab



"Pendapat Ulama 4 Madzhab Tentang Shalat Taraweh"

1. Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab :

صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ مِنَ النَّوَافِلِ الْمُؤَكَّدَةِ كَمَا دَلَّتْ عَلَى ذَلِكَ اْلأَحَادِيْثُ الشَّرِيْفَةُ الْمُتَقَدِّمَةُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ صَلاَةِ الْوِتْرِ، وَمَعَ الْوِتْرِ تُصْبِحَ ثَلاَثًا وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً ... عَلَى ذَلِكَ مَضَتِ السُّنَّةُ وَاتَّفَقَتِ اْلأُمَّةُ، سَلَفًا وَخَلَفًا مِنْ عَهْدِ الْخَلِيْفَةِ الرَّاشِدِ " عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ" رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ – إِلى زَمَانِنَا هَذَا ... لَمْ يُخَالِفْ فِيْ ذَلِكَ فَقِيْهٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ إِلاَّ مَا رُوِيَ عَنْ إِمَامِ دَارِ الْهِجْرَةِ"مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ " – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – اَلْقَوْلُ بِالزِّيَادَةِ فِيْهَا ، إِلَى سِتٍّ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً فِي الرِّوَايَةِ الثَّانِيَةِ عَنْهُ – مُحْتَجًّا بِعَمَلِ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَقَدْ رُوِيَ عَنْ ناَفِعٍ أَنَّهُ قَالَ : " أَدْرَكْتُ النَّاسَ يَقُوْمُوْنَ رَمَضَانَ بِتِسْعٍ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً يُوْتِرُوْنَ مِنْهَا بِثَلاَثٍ " ... أَمَّا الرِّوَايَةُ الْمَشْهُوْرَةُ عَنْهُ، هِيَ الَّتِيْ وَافَقَ فِيْهَا الْجُمْهُوْرُ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ عَلَى أَنَّهَا " 20 "عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَعَلَى ذَلِكَ اِتَّفَقَتِ الْمَذَاهِبُ اْلأَرْبَعَةُ وَتَمَّ اْلإِجْمَاعُ

Mari kita kembali kepada Syaikhul Madzhab, Imam di dalam Madzhab Imam Syafi’i, Imam besar yaitu Imam An-Nawawi, Imam An-Nawawi sudah menjelaskan dalam kitab Syarah Muhadzdzab-nya, bahwasannya :
”Shalat Taraweh adalah satu Shalat sunnah yang sangat dikukuhkan sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yaitu “20” (dua puluh rokaat) selain Witir dan jika ditambah dengan 3 rokaat Witir maka jadilah 23 rokaat. Oleh karena itu Ummat telah sepakat baik Salaf maupun Kholaf dari zaman Kholifah Ar-Rosyidin yaitu Sayyidina Umar bin Khaththab ra sampai zaman sekarang tidak ada satu Ulama pun yang berbeda dari para Imam Madzhab yang 4 kecuali yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas yang mengatakan hingga 36 rokaat dengan hujjah pengamalan penduduk Madinah. Dan telah diriwayatkan dari Nafi’ beliau berkata : Aku melihat orang-orang di bulan Ramadhan Shalat (Taraweh) 39 rokaat dengan Witir 3 rokaat. . . . Namun riwayat yang masyhur dari Imam Malik adalah yang senada dengan pendapat jumhur dari kalangan Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah yaitu 20 rokaat, maka dari itu Ulama 4 madzhab sudah sepakat dan telah sempurna menjadi Sebuah Ijma’ (Kesepakatan Ulama) bahwa sholat taraweh adalah 20 rokaat”.

Imam An-Nawawi juga menyebutkan dalam kitab tersebut:

" مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ غَيْرَ الْوِتْرِ وَذَلِكَ خَمْسُ تَرْوِيْحَاتٍ وَالتَّرْوِيْحَةُ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَتَيْنِ ".وَبِهِ قَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ وَأَصْحَابُهُ وَ أَحْمَدُ وَدَاوُدَ وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَهُ الْقَاضِيْ عِيَاضُ عَنْ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ. وَقَالَ مَالِكٌ: التَّرَاوِيْحُ تِسْعُ تَرْوِيْحَاتٍ وَهِيَ سِتَّةٌ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً غَيْرُ الْوِتْرِ.

“Madzhab kami (Syafi’i) Shalat Taraweh adalah 20 rokaat dengan 10 salam selain Witir dan itu 10 istirahatan, 1 tarwihan 4 rokaat dengan 2 kali salam dan ini yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah dan Ashabnya, Imam Ahmad, Dawud dan Qodi Iyadh menukilnya dari jumhur Ulama. Imam Malik berkata: Taraweh itu 9 istirahatan dan jumlahnya 36 rokaat”.

Imam An-Nawawi menyebutkan dalam kitab Al-Khulashoh sanad hadits tersebut Shohih, begitu juga Imam Khotib Asy-Syirbini Asy-Syafi’i menyebutkan dalam kitab Syarh Al-Minhaj hal. 226 :
“Shalat Taraweh itu 20 rokaat dengan 10 kali salam pada setiap malam bulan Ramadhan berdasarkan hadits riwayat Imam Al-Baihaqi dengan sanad yang Shohih yaitu : “Sesungguhnya mereka (para Sahabat Nabi) melakukan Shalat Taraweh 20 rokaat di bulan Ramadhan pada masa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra”.

2. Disebutkan dalam Mukhtashor Muzani bahwa Imam Syafi’i berkata :

" رَأَيْتُهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ يَقُوْمُوْنَ بِتِسْعٍ وَثَلاَثِيْنَ وَاَحَبُّ إِلَيَّ عِشْرُوْنَ لِأَنَّهُ رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَكَذَلِكَ بِمَكَّةَ يَقُوْمُوْنَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً يُوْتِرُوْنَ بِثَلاَثٍ".

“Aku melihat penduduk Madinah Shalat Taraweh 36 rokaat, dan aku lebih senang 20 rokaat karena itu diriwayatkan dari Sayyidina Umar ra begitu juga di Makkah 20 rokaat ditambah Witir 3 rokaat”.

3. Ibnu Qudamah pakar Fiqih dalam Madzhab Hanbali yang sangat masyhur menyebutkan dalam kitab Al-Mughni juz 1 hal. 457 :

وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ أَبِيْ عَبْدِ الله ِ( يَعْنِيْ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ ) رَحِمَهُ اللهُ ، فِيْهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً ، وَبِهَذَا قَالَ الثَّوْرِيْ ، وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ ، وَالشَّافِعِيُّ ، وَقَالَ مَالِكُ : سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ.

“Yang dipilih menurut Abi Abdillah, yang dimaksud di sini adalah Imam Ahmad Bin Hanbal, “20 rokaat” begitu juga pendapat Imam Tsauri, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Malik mengatakan: tiga puluh enam rokaat”.

4. Imam As-Sarkhosi Al-Hanafi menyebutkan dalam kitab Al-Mabsuth juz 2 hal. 45 :

فَإِنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِنْدَنَا.

“Menurut kami Shalat Taraweh itu 20 rokaat selain Witir”.

5. Imam Al-Hashkafi Al-Hanafi menyebutkan dalam dalam kitab Ad-Durrul Mukhtar :

وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ.اهـ

“Taraweh adalah dua puluh rokaat dengan sepuluh salam”.

6. Ibnu Abidin Al-Hanafi mengomentari perkataan Imam Al-Haskafi :

وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُوْرِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا.اهــ

“20 rokaat Itu pendapat jumhur dan dilakukan oleh manusia dari bumi belahan timur sampai bumi belahan barat ”.

7. Al-Allamah Muhammad Ulaisy Al-Maliki pakar Fiqih dalam Madzhab Maliki mengatakan dalam kitab Minahul Jalil Ala Mukhtasor Kholil :

وَهِيَ ثَلاَثُ وَعِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِالشَّفْعِ وَالْوِتْرُ وَهَذَا الَّذِيْ جَرَى بِهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ ثُمَّ جُعِلَتْ ... فِيْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ بَعْدَ وَقْعَةِ الْحُرَّةِ بِالْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ، فَخَفَّفُوْا فِي الْقِيَامِ وَزَادُوْا فِي الْعَدَدِ لِسُهُوْلَتِهِ فَصَارَتْ تِسْعًا وَثَلاَثِيْنَ) باِلشَّفْعِ وَالْوِتْرِ كَمَا فِيْ بَعْضِ النُّسْخِ، وَفِيْ بَعْضِهَا سِتَّا وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً غَيْرَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ، وَاسْتَقَرَّ الْعَمَلُ عَلَى اْلأَوَّلِ.اهـ

“Shalat Taraweh itu 20 rokaat ditambah Witir, dan ini yang sudah dilakukan oleh para Sahabat dan Tabi’in kemudian di zaman Sayyidina Umar bin Abdul Aziz setelah terjadi pembantaian di Madinah dengan meringankan berdiri dan menambah bilangan menjadi 39 (sudah termasuk Witir di dalamnya) sebagaimana disebutkan dalam sebagian redaksi, sedangkan dalam redaksi yang lain Shalat Taraweh adalah 36 rokaat selain Witir akan tetapi yang kuat adalah pendapat yang pertama”.

8. Ibnu Rusydi pakar Fiqih dalam Madzhab Maliki mengatakan dalam kitab Bidayatul Mujtahid:

" اِخْتَارَ مَالِكٌ – فِيْ أَحَدِ قَوْلَيْهِ – وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ الْقِيَامَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ".

“Imam Malik telah memilih dalam salah satu pendapatnya, dan juga Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bahwa Taraweh adalah 20 rokaat selain Witir”.

9. Imam At-Tirmidzi menyebutkan dalam Sunannya juz 3 hal 169 :

"وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ . وقَالَ الشَّافِعِيُّ وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً .

“Mayoritas ahli ilmu sebagaimana yang diriwayatkan dari Sahabat Umar adalah 20 rokaat dan ini adalah pendapatnya Imam Ats-Tsauri, Ibnu Mubarok dan Imam Syafi’i. Berkata Imam Syafi’i : Beginilah aku melihat di negaraku Makkah Shalat Taraweh adalah 20 rokaat”.

10. Imam Al-‘Aini menyebutkan dalam kitabnya Umdatul Qori Syarh Shohih Al-Bukhari :

عَنْ زَيْدٍ بْنِ وَهْبٍ قَالَ: " كَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ يُصَلِّيْ لَنَا فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيَنْصَرِفُ وَعَلَيْهِ لَيْلٌ" قَالَ اْلاَعْمَشُ : كَانَ يُصَلِّيْ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ "

Dari Zaid Bin Wahb beliau berkata : “Dahulu Sayyidina Abdullah Bin Mas’ud Shalat (Taraweh) bersama kami pada bulan Ramadhan, kemudian beliau bubar (pergi) akan tetapi beliau pada satu malam, dikatakan oleh Al-A’masy bahwa : Sayyidina Abdullah melakukan Shalat Taraweh 20 rokaat dan Shalat Witir 3 rokaat”.

Hadits ini dinilai Shohih oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Majmu’ Syarh Muhadzdzab, begitu juga Imam Al-‘Aini ketika mensyarahi kitab Shohih Al-Bukhari, kemudian Imam As-Subuki dalam kitabnya Syarh Al-Minhaj, Imam Zainuddin Al-Iraqi dalam kitabnya Syarh At-Taqrib, Imam Al-Qostholani ketika mensyarahi kitab Shohih Al-Bukhari, dan Imam Al-Kamal Bin Al-Humam ketika mensyarahi kitab Al-Hidayah.

11. Imam Ibnu Al-Humam Al-Hanafi berkata :

ثَبَتَتِ الْعِشْرُوْنَ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ وَالْمَشْهُوْرُ فِيْ مَذْهَبِ اْلإِمَامِ مَالِكٍ أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً كَمَا ذَكَرَ ذَلِكَ الشَّيْخُ الدَّرْدِيْرُ فِيْ كِتَابِ أَقْرَبُ الْمَسَالِكِ عَلَى مَذْهَبِ اْلإِمَامِ مَالِكٍ.

“Telah ditetapkan (Shalat Taraweh itu) 20 rokaat pada masa Sayyidina Umar ra, sedangkan yang masyhur dalam Madzhab Imam Malik sesungguhnya Shalat Taraweh itu 2o rokaat sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikh Ad-Dardir dalam kitab Aqrab Al-Masalik ‘Ala Madzhab Al-Imam Malik.

12. Ibnu Taymiyah menyebutkan dalam kitabnya Majmu’ Fatawa juz 23 hal. 112 :

"ثَبَتَ أَنَّ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ كَانَ يَقُوْمُ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً فِيْ قِيَامِ رَمَضَانَ، وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ، فَرَأَى كَثِيْرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ السُّنَّةُ ؛ لِأَنَّهُ أَقَامَهُ بَيْنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارِ وَلَمْ يُنْكُرْهُ مُنْكِرٌ، وَاسْتَحَبَّ آخَرُوْنَ تِسْعَةً وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً ، بِنَاءً عَلَى أَنَّهُ عَمَلُ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ الْقَدِيْمِ " .

“Telah menjadi ketetapan bahwa Ubay bin Ka’ab Shalat bersama orang-orang dengan 20 rokaat dalam Taraweh dengan Witir 3 rokaat maka para Ulama berpendapat bahwa itu adalah sunnah karena Sahabat Ubay melakukannya di hadapan kaum Muhajirin dan Anshor dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Bahkan sebagian Ulama mengatakan 39 rokaat karena mengikuti amaliyah penduduk Madinah.

KESIMPULAN

Yang mula-mula harus kita ketahui bahwa Shalat Taraweh (Qiyam Ramadhan) adalah shalat sunnah yang sangat dikukuhkan. Dan Rasulullah SAW sendiri memberi contoh dan menghimbau untuk memperbanyak sholat di malam-malam Ramadhan
Dan jangan sampai ada yang berkata bahwa di bulan Ramadhan Shalat Rasulullah SAW menurun seperti dugaan sebagian orang yang mengatakan taraweh Nabi hanya 8 rokaat dan Shalat Witirnya hanya 3 rokaat saja.

Dan apa yang dilakukan oleh para sahabat nabi tentang sholat taraweh 20 rokaat adalah sesuai dengan himbauan Nabi SAW.
Sayyidina Umar bin Khaththab, Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali serta para sahabat yang lainnya tidak ada yang mengingkari satupun. Tidak ada ingkar itu seperti sudah menjadi kesepakatan (Ijma’) para Ulama-Ulama bahwasannya Shalat Taraweh adalah 20 rokaat.

Maka yang sungguh harus diperhatikan dan dicermati adalah orang-orang yang dengan sengaja menjauhkan hamba-hamba Allah dari memperbanyak Qiyamul lail pada bulan Ramadhan khususnya dalam Shalat Taraweh yaitu mereka yang beranggapan bahwa Shalat Taraweh 20 rokaat adalah Bid’ah.
Maka dari itu kami menghimbau kepada pengurus Masjid yang di Masjidnya sudah didirikan Shalat Taraweh 20 rokaat agar terus dipertahankan dan jangan sampai berubah. Dan jika ada masjid yang sudah berubah menjadi 8 rokaat agar segera dikembalikan ke 20 rokaat demi meningkatkan ibadah kaum muslimin juga dalam rangka juga membiasakan patuh kepada para ulama khususnya ulama 4 madzhab dan lebih khusus lagi Khulafah Ar Rosyidin.

Dan setelah ini semua, kita tidak usah bingung dengan perbedaan yang terjadi dilapangan karena yang berbeda dengan pendapat bahwa sholat taraweh 20 adalah sangat lemah, Akan tetapi ada hal lain yang amat perlu untuk diperhatikan yaitu kebiasaan terburu-buru dalam melaksana-kan Shalat Taraweh serta berbangga diri ketika Shalat Tarawehnya selesai terlebih dahulu. Sehingga tidak jarang karena terlalu cepatnya Shalat Taraweh yang mereka lakukan mengakibatkan ada sebagian kewajiban yang tidak dilaksanakan seperti melaksanakan Ruku`, I`tidal dan Sujud dengan Thuma`ninah atau karena membaca Al-Fatihah dengan sangat cepat sehingga menggugurkan salah satu hurufnya atau menggabungkan dua huruf menjadi satu. Dengan begitu Shalat yang mereka laksanakan menjadi tidak sah yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa capek dan dosa.

Sebagaimana Imam An-Nawawi menyebutkan dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an hal. 89, bahwasannya : “Bagi orang yang sudah bisa membaca Al-Qur’an haram membaca Al-Qur’an dengan Lahn yaitu terlalu panjang dalam membacanya atau terlalu pendek sehingga ada sebagian huruf yang mestinya dibaca panjang malah dibaca pendek, atau membuang harakat pada sebagian lafadznya yang membuat rusak maknanya, bagi yang membaca Al-Qur’an dengan cara demikian adalah haram dan pelakunya dihukumi Fasiq sedangkan bagi yang mendengarnya juga berdosa jika ia mampu mengikatkan atau menghenti-kannya akan tetapi lebih memilih diam dan mengikutinya”.

Maka dari itu harom bagi kita mengikuti imam sholat taraweh yang membaca Al-Qur’an dengan bacaan terburu- buru hingga menghilangkan huruf atau salah harokat Al-Qur’an yang dibacanya

Wallahui a’lam bisshowab

By : TIM Dakwah Al-Bahjah
Harap diperbanyak dan disebarkan, sebab Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya”. (HR. Imam Muslim) Selamat Berdakwah !!!!

Media Da’wah Majelis Al-Bahjah

1. Website : www.buyayahya.org - www.buyayahya.tv
www.radioquonline.com
2. Radio-Qu: 92.9 FM Cirebon & 104.8 FM Kuningan
3. YM : majelis_albahjah@yahoo.co.id & radio_qu@yahoo.com
4. Facebook : http://www.facebook.com/buyayahya.albahjah
5. BBM :2304A270
6.CP : TIM DAKWAH AL-BAHJAH 081324415282 – 081615670212
TIM PUSTAKA AL-BAHJAH 082335404145

Muslimah

Kamis, 02 Mei 2013

KONTROVERSI HUKUM PUASA RAJAB: SUNNAH/ BID’AH?

KONTROVERSI HUKUM PUASA RAJAB: SUNNAH/ BID’AH?
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon
www.buyayahya.org – BBM : 2304A270 – FB : Buya Yahya

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين. وبه نستعين على أمور الدنيا والدين. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم أجمعين.
قال الله تعالى : إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين. الأية
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة.

PENDAHULUAN

Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rajab. Pertama; Tidak ada riwayat yang benar dari Rasulullah SAW yang melarang puasa Rajab. Kedua; Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu. Didalam masyarakat kita terdapat 2 kutub ekstrim.
Pertama adalah sekelompok kecil kaum muslimin yang menyuarakan dengan lantang bahwa puasa bulan Rajab adalah bid’ah. Kedua; Sekelompok orang yang biasa melakukan atau menyeru puasa Rajab akan tetapi tidak menyadari telah membawa riwayat-riwayat tidak benar dan palsu. Maka dalam risalah kecil ini kami ingin mencoba menghadirkan riwayat yang benar sekaligus pemahaman para ulama 4 madzhab tentang puasa di bulan Rajab.

Sebenarnya masalah puasa rojab sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Akan tetapi karena adanya kelompok kecil hamba-hamba Alloh yang biasa MENUDUH BID’AH ORANG LAIN menyuarakan dengan lantang bahwa amalan puasa di bulan Rajab adalah sesuatu yang bid’ah. Dengan Risalah kecil ini mari kita lihat hujjah para ulama tentang puasa bulan Rajab dan mari kita juga lihat perbedaan para ulama di dalam menyikapi hukum puasa di bulan Rajab, yang jelas bulan Rajab adalah termasuk bulan Haram yang ada 4 (Dzulqo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rajab) dan bulan haram ini dimuliakan oleh Alloh SWT sehingga tidak diperkenankan untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan haram tersebut khususnya bulan Rajab. Dan di sini kami hanya akan membahas masalah puasa Rajab untuk masalah yang lainya seperti hukum merayakan isro’ mi’roj dan sholat malam di bulan Rajab akan kami hadirkan pada risalah yang berbeda.
Tidak kami pungkiri adanya hadits-hadits dho’if atau palsu (Maudhu’) yang sering dikemukakan oleh sebagian pendukung puasa Rajab. Maka dari itu wajib untuk kami menjelaskan agar jangan sampai ada yang membawa hadits-hadits palsu biarpun untuk kebaikan seperti memacu orang untuk beribadah hukumnya adalah HARAM dan DOSA besar sebagaimana ancaman Rosulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya : “Barang siapa sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya mempersiapkan diri untuk menempati neraka”.
Dan perlu diketauhi bahwa dengan banyaknya hadits-hadits palsu tentang keutamaan puasa Rajab itu bukan berarti tidak ada hadist yang benar yang membicarakan tentang keutamaannya bulan Rajab.

A. Dalil-dalil tentang puasa Rojab
• Dalil-dalil tentang puasa Secara umum
Himbauan secara umum untuk memperbanyak puasa kecuali di hari-hari yang diharamkan yang 5 dan bulan Rajab adalah bukan termasuk hari-hari yang diharamkan. Dan juga anjuran-anjuran memperbanyak di hari-hari seperti puasa hari senin, puasa hari kamis, puasa hari-hari putih, puasa Daud dan lain-lain yang itu semua bisa dilakukan , dan puasa tersebut tetap dianjurkan walaupun di bulan Rajab. Berikut ini adalah riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa. Hadits Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No.5472:

كُلُّ عَمَلِ ابْن أَدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامُ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ

“Semua amal anak adam (pahalanya) untuknya kecuali puasa maka aku langsung yang membalasnya”
Imam Muslim No.1942:

لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bau mulutnya orang yang berpuasa itu lebih wangi dari misik menurut Allah kelak di hari qiamat”
Yang dimaksud Alloh akan membalasnya sendiri adalah pahala puasa tidak terbatas hitungan tidak seperti pahala ibadah sholat jama’ah dengan keutamaan sholat jama’ah 27 derajat atau ibadah selain yang 1 kebaikkan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikkan.
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori No.1063 dan Imam Muslim No.1969:

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَ يُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya paling utamanya puasa adalah puasa saudaraku Nabi Daud, beliau sehari puasa dan sehari buka”
• Dalil-dalil puasa Rajab secara khusus

a. Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim

أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ: " سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ"

“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di bulan Rajab dan ketika itu kami memang di bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab: “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rajab.”

Dari riwayat tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa di bulan Rajab dengan utuh, dan Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh. Artinya di saat Nabi SAW meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa puasa di bulan Rajab bukanlah sesuatu yang wajib . Begitulah yang dipahami para ulama tentang amalan Nabi SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi meninggalkannya itu menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum mengamalkannya adalah sunnah.

b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

عَنْ مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود 2/322

“Dari Mujibah Al-Bahiliah dari ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dating lagi kepada rasulullah setelah setahun dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa Rasululallah apakah engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa engkau? Dia pun berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang lalu. Rasulullah SAW bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja (segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali pada malam hari
(yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda : mengapa engkau menyiksa dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan, lalu ia berkata : tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih kuat. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun berkata : tambah lagi ya Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3 hari (setiap bulan), ia pun berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah SAW bersabda :jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah, beliau mengatakan hal itu tiga kali sambil menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.
Imam nawawi menjelaskan hadits tersebut.

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ" إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439

“Sabda Rasulullah SAW :
صم من الحرم واترك
“Berpuasalah di bulan haram kemudian tinggalkanlah”
Sesungguhnya nabi saw memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena dipandang puasa terus- menerus akan memberatkannya dan menjadikan fisiknya berubah. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa, maka berpuasa dibulan Rajab seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439

c. Hadits riwayat Usamah Bin Zaid

قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي 4/201

“Aku berkata kepada Rasulullah : Yaa Rasulallah aku tidak pernah melihatmu berpuasa sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab : bulan sya’ban itu adalah bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan Ramadhan, dan bulan sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I Juz 4 Hal. 201

Imam Syaukani menjelaskan

ظاهر قوله في حديث أسامة : " إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب ; لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما يعظمون رمضان ورجبا به . نيل الأوطار 4/291

Secara tersurat yang dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan” ini menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa difahami dengan jelas dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan sya’ban dengan berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab dengan berpuasa”. Naylul Author juz 4 hal 291

B. Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab adalah sunnah hanya menurut madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut madhab Imam Hanbali itu pun jika dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi satu hari saja maka kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan sehari saja sebelum atau sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid'ah sebagaimana yang marak akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan menyebar selebaran, siaran radio atau internet .
Wallohu a'lam bishshowab

Harap disebarkan, sebab Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya”. HR. Imam Muslim

 <3 Muslimah <3

Selasa, 09 April 2013

Antara Ahlissunnah Wal Jama’ah dan Ahli Fitnah

Antara Ahlissunnah Wal Jama’ah dan Ahli Fitnah.

Buya Yahya
Pengasuh LPD Al-Bahjah
www.buyayahya .org – Pin BB: 2304A270

Ahlissunnah Wal Jama’ah

Ahlissunnah Wal Jama’ah adalah Manhaj beraqidah yang benar dengan dua ciri. Pertama: mereka sangat mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW. Kedua: mereka juga sangat mencintai Sahabat Nabi Muhammad SAW.

Maka tidak cukup orang mengaku beragama Islam akan tetapi dengan mudah mereka mencaci para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar dari Ahlissunnah Wal Jama’ah model ini diwakili oleh kelompok Syi’ah (Syi’ah Imamiyah Itsnata ’Asyariyah) dengan ciri khas paling menonjol dari mereka adalah mengagungkan Ahlibait Nabi Muhammad SAW akan tetapi merendahkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW.

Begitu juga tidak cukup orang mengaku Islam akan tetapi dia merendahkan Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar dari Ahlissunnah Wal Jama’ah model ini diwakili oleh mereka yang tidak peduli dengan urusan Ahlibait Nabi Muhammad SAW, merendahkan Sayyidina Ali Bin Abi Tholib biarpun di sisi lain mereka mengakui para Sahabat Nabi Muhammad SAW.

Ringkasnya Ahlissunnah Wal Jama’ah adalah mereka yang memuliakan Ahlul Bait dan sekaligus mengagungkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ada di antara orang-orang yang mengaku mengagungkan dan memuliakan para Sahabat Nabi Muhammad SAW dan Ahlibait Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi mereka punya penafsiran-penafsiran tentang aqidah yang jauh dari kitab Alloh dan sunnah Rasululloh SAW.

Di saat seperti itu muncullah seorang yang dinobatkan sebagai Imam besar yang telah berusaha untuk membersihkan Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah yang benar dari unsur luar dan menjerumuskan. Dan muncullah cetusan-cetusan Ilmu Aqidah yang benar yang dari masa ke masa menjadi pegangan Umat Islam sedunia yaitu Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah.
Asy`ariyyah adalah sebuah pergerakan pemikiran pemurnian Aqidah yang dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan Al-Asy`ari. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 837 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H / 975-6 M.

Imam Al-Asy`ari pernah belajar kepada ayah tiri beliau yang bernama Abu Ali Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga Al-Asy`ari mula-mula menjadi penganut Mu`tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami Aqidah Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara beliau dengan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah. Debat itu membuat beliau tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan beliaupun keluar dari paham itu dan kembali kepada pemahanan Ahlissunnah Wal Jama’ah.

Imam Al-Asy`ari telah berhasil mengembalikan pemahaman sesat kepada Aqidah yang benar dengan kembali kepada apa yang pernah dibangun oleh para Salaf (Ulama sebelumnya) dengan senantiasa memadukan antara dalil nash (naql) dan logika (`aql). Dengan itu beliau berhasil melumpuhkan para pendukung Mu`tazilah yang selama ini menebar fitnah di tengah–tengah Ummat Ahlissunnah. Bisa dikatakan sejak berkembangnya aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil diruntuhkan.
Yang digarap oleh Imam Al’Asyari bukan saja kaum Mu’tazilah. Pada masa Ulama Salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mulai menyebar bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat faham baru. Selain Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) ada Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Alloh meridlai keduanya– yang beliau berdua datang dengan menjelaskan Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah yang diyakini para Sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al-Quran dan Hadits) dan dalil-dalil aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) kaum Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij tersebut di atas dan Ahli Bid’ah lainnya. Sehingga Ahlissunnah dinisbatkan kepada keduanya. akhirnya Ahlissunnah Wal Jama’ah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut imam Abu al-Hasan al-Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut imam Abu Manshur al-Maturidi).
Hal ini tidak menafikan bahwa mereka adalah satu golongan yaitu al-Jama’ah. Karena sebenarnya jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu yaitu kembali kepada Salaf dalam Aqidah. Beliau berdua tidak medatangkan sesuatu yang baru akan tetapi hanya menghadirkan ilmu pendahulunya yang benar di saat terjadi maraknya fitnah.
Adapun perbedaan yang terjadi di antara keduanya hanya pada sebagian masalah-masalah furu’ (cabang) Aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling menghujat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya lepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah). Perbedaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti halnya perselisihan yang terjadi antara para Sahabat nabi, perihal apakah Rasululloh melihat Alloh pada saat Mi’raj?.
Sebagian Sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahwa Rasululloh SAW tidak melihat Tuhannya pada waktu Mi’raj. Sedangkan Abdullah Ibn 'Abbas mengatakan bahwa Rasululloh SAW melihat Alloh dengan hatinya. Alloh memberi kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad sehingga dapat melihat Alloh. Namun demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap sepaham dan sehaluan dalam dasar-dasar Aqidah.

Al-Hafizh Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:“Jika dikatakan Ahlissunnah Wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “. (al-Ithaf, juz 2 hlm 6). Jadi Aqidah yang benar dan diyakini oleh para Ulama Salaf yang Shalih adalah Aqidah yang diyakini oleh al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Karena sebenarnya keduanya hanyalah meringkas dan menjelaskan Aqidah yang diyakini oleh para Nabi dan Rasul serta para Sahabat. Aqidah Ahlissunnah adalah Aqidah yang diyakini oleh ratusan juta Umat Islam, mereka adalah para pengikut Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari Madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).

Karena yang tersebar di Indonesia adalah Aqidah Asya’riyyah maka dalam tulisan ini kami lebih sering menyebut Asy’ariyyah dari pada al-Maturidiyyah.

Ulama Asya’iroh dari masa ke masa

Ulama Asya’iroh (pengikut Abul Hasan al-Asya’ari) dari masa ke masa selalu mempunyai peran dalam membela Aqidah yang benar Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah dan juga disiplin ilmu yang lainnya seperti Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan Fiqih.

Dan terbukti dalam sejarah perkembangan Ulama Asya’iroh-lah yang memenuhi penjuru dunia. Merekalah Ahlissunnah Wal Jama’ah yang sesungguhnya.

Imam an-Nawawi, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Qurthubi, Imam al-Baqilani, Imam al-Fakhr ar-Razi, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imam Zakariya al-Anshari dll. Yang mereka semua adalah panutan kita dalam berbagai disiplin ilmu Islam. an-Nawawi dalam fiqih dan haditsnya dengan Kitab Fiqih yang sangat mashur Minhajut Tolibin dan Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab juga kitab haditsnya Riyadhush Sholihin yang tidak sah seorang alim kecuali harus pernah membacanya. Imam Ibnu Hajar al-Asqolani pakar ilmu hadits yang digelari Amirul Mukminin dalam ilmu hadits yang sangat masyhur dengan Fathulbari-nya buku panduan bagi semua yang ingin memahami kitab Shohih Bukhori. Imam ar-Rozi gurunya para Ahli Tafsir (Syaihul Mufassirin) tidak ada Ahli Tafsir yang datang setelah beliau kecuali harus menimba Ilmu Tafsir dari karangan-karangan beliau.

Ahli Fitnah Dan Ahli Bid’ah

Akhir-akhir ini muncul di masyarakat kita sekelompok orang yang mengaku beraqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah bahkan mereka mengaku Salafi akan tetapi mereka adalah Ahlissunnah Wal Jama’ah palsu dan Salafi palsu.

Ciri kelompok tersebut adalah memusuhi Ulama Asya’iroh dengan melontarkan bermacam tuduhan yang muncul karena kedengkian dan kebodohan mereka akan Ahlissunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah.

Kadang mereka juga mengakui Abul Hasan al-Asy’ari akan tetapi membuat cerita bualan bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari dalam beraqidah mengalaimi 3 fase. Yang pertama beliau mengikuti pemikiran Mu’tazilah, selanjutnya kedua beliau keluar dan mengikuti Abdullah bin Said bin Kilab, dan yang ke tiga pindah kepada Manhaj yang benar –manhaj Ahlissunnah Wal Jama’ah.

Akan tetapi bualan mereka itu ditolak oleh kenyataan yang bisa di baca dari murid-murid dan pengikut setia Imam Imam Abul Hasan Al-Asy’ari bahwa beliau setelah keluar dari Mu’tazilah masuk Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ahyang sampai hari ini masyhur dengan Asya’ariah yang melahirkan pakar-pakar aqidah Ahlissunnah Asy’ariyyah sampai hari ini.

Ciri lain Ahli Fitnah tersebut adalah membenci Ahli Tasawwuf dengan membabi buta. Bahkan mereka dengan mudah mencaci dan mebida’hkan kaum muslimin Asya’iroh karena beberapa amalan yang sudah mengakar dari masa ke masa dan dengan hujjah yang jelas dan kuat. Semua ini akan kami ulas pada pembahasan lanjutan dari artikel ini atas izin Alloh.

Kesimpulanya bahwa Aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah yang sesungguhnya adalah Aqidah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah. Wallohu A’lam Bishshowab

Media Dakwah Islam Buya Yahya:
Radio-QU 98.5 FM Cirebon & Live di www.radioquonline.com
bisa juga diikuti di beberapa media berikut ini :
-NUxRadio - pilih radio jawa barat kemudian pilih icon atau logo radioqu 98,5 Fm cirebon atau RadioQu Cirebon,
-HP Samsung Galaxy, Android, Ipad > Aplikasi Tune In Radio > My Present > Local Radio > Radio-Qu 98.5 > OK
-HP Nokia > Aplikasi Nokia Ovi Suite > http://radioquonline.com/
-Hp selain Nokia > Aplikasi MF Radio > http://203.29.26.107:8199/ > Opsi > Add Radio-Qu,
FB : Buya Yahya
YM : majelis_albahjah@yahoo.co.id
Pin BB : 2304A270


Muslimah