Rabu, 12 September 2012

At-Tibyan (15 Romadhon 1433 H)


Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas Ringkasan Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 

ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA BUYA YAHYA

Jum'at tgl. 15 Ramadhan 1433 H / 4 Agustus 2012

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Afwan bila ada yang salah atau kurang...

# Himbauan Membaca Surat Selalin Al-
* Imam Syafi'i Rahimahumullah berkata :
-> Jika ada makmum masbuk bertemu dengan imam di 2 rakaat akhir (misal rakaat ketiga dan ke empat pada shalat dzuhur), kemudian berdiri makmum masbuk tsb harus menyambung untuk menyelesaikan , berarti kurang 2 rakaat. Maka di rakaat ketiga dan ke empat yg tidak diikuti Imam disunnahkan untuk membaca surat (Imam An Nawawi). 
- pendapat pertama : Kebanyakan ulama madzhab syafii sebagian mengatakan Sunnah Membaca surat lain di 2 rakaat yg akhir setelah Fatihah.
- pendapat lain Tidak, yg benar pendapat yg pertama, supaya tidak sepi sholatnya maka tetap di himbau untuk membaca surat setelah membaca Al-Fatihah.

* Adapun seorang makmum sholat Sirriyah (sholat yg tidak diterangkan/di lirihkan suaranya, mis. Dzuhur , Ashar) makmum dengan imam dalam sholat sirriyah tentang Fatihah (Fatihah wajib dibaca baik imam/makmum maupun sendiri), dan membaca surat lain setelah Fatihah hukumnya sunnah. Begitu juga shalat jahriyah(yang dikeraskan suaranya,misalnya shalat shubuh, maghrib, isya) tetap wajib membaca surat Al-Fatihah. Imam membaca Fatihah, makmum dengar, setelah itu makmum membaca surat Al-Fatihah.

* Tapi jika ada orang (makmum) yg mendengar imam membaca surat selain Fatihah (misal mendengar Ad-Dhuha) maka makruh anda membaca surat lain disaat imam membaca surat (tapi membaca fatihah itu wajib, meskipun ada khilaf dalam hal ini).

* Menurut madzhab kita Imam Syafi'i membaca fatihah itu wajib bagi Makmum, setelah mendengar imam selesai membaca Fatihah. Jadi, Wajib bagi Imam, makmum, orang yg sholat sendirian, serta makmum yang tidak dengar bacaan Imam, maka jelas WAJIB membaca Fatihah. Berkenaan dengan ini disunnahkan bagi Imam untuk memberikan kesempatan bagi makmum agar tidak buru-buru membaca Fathihah, maka setelah Imam membaca (وَلا الضَّالِّينَ) kemudian aamiin, diam sejenak/ada jeda. 

* Pendapat yang lemah adalah tidak wajib membaca Fatihah. Tapi intinya makmum Wajib membaca Fatihah, hanya satu yang boleh tidak membaca Fatihah. Makmum yang tidak wajib membaca Fatihah adalah makmum yang tidak sempat berdiri bersama dg imam (karena tidak ada kesempatan membaca fatihah).

* Jika engkau berdiri dengan imam lalu lupa membaca Fatihah, maka selesaikan dulu bacaan Fatihahnya.

# Aturan Membaca surat Al-Fatihah :
- Orang yang sholat sendiri-> MUTLAK Wajib membaca Fatihah. Dan Sunnah membaca Surat lain setelah itu.
- Dan Imam -> sama hal nya dengan orang yang sholat sendiri, yaitu Wajib membaca Fatihah dan sunnah membaca surat lain setelah itu.
- Makmum -> Sama, Wajib membaca Fatihah, dan disunnahkan Fathihah nya tidak bareng dengan imam, Yaitu setelah Fatihah nya Imam. Dan untuk membaca Surat lain, ada 2 pendapat:
1. Jika makmum mendengar imam membaca Surat, maka makmum tidak sunnah membaca Surat.
2. Kalau makmum tidak mendengar, maka sunnah membaca surat lain tapi jangan keras-keras. Dan keadaan saat makmum tidak wajib membaca Fatihah disaat makmum tidak sempat menemui imam cukup membaca Fatihah, Misal baru Allahu Akbar kemudian Imamnya Rukuk.

* Wajib mambaca Al Fatihah di Takbir yang pertama di dalam shalat Jenazah.
* Adapun membaca Al-Fatihah di sholat sunnah itu hukumnya Wajib.
* Bagi orang yang tidak bisa membaca alfatihah, maka cukup membaca salah satu surat dari alqurran.
* Jika tidak bisa juga membaca surat dari Al-Qur’an , maka cukup membaca zikir-zikir sekiranya seperti alfatihah
* Jika tidak bisa juga, maka cukup berdiri saja sekiranya selama qadar waktu membaca alfatihah, kemudian langsung ruku’
* Dan disunnahkan bagi Imam untuk diam sebentar setelah dia membaca surat alfatihah, memberi kesempatan untuk makmum membaca al-fatihah.

Wallahu a'lam Bisshowab

♥ Muslimah ♥





~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (14 Romadhon 1433 H)


Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas Ringkasan Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 

ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA BUYA YAHYA

Jum'at tgl. 14 Ramadhan 1433 H / 3 Agustus 2012

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Afwan bila ada yang salah atau kurang...

# Himbauan Berdiri untuk menghormati orang yang mulia saat mebaca Al-Qur'an #
* Jika datang kepada seorang Qori'/pembaca Al-Qur'an orang mulia (baik karena ilmunya atau kebaikannya/orang sholeh/kemuliaan karena nasab dari guru/orang tua umurnya dan menghormati syari'at/kehormatan karena wilayah/karena melahirkan kita[bapak/ibu/mbah]) maka tidak apa-apa kita berdiri untuk menghormati mereka. Tapi dengan syarat sampai titik/diselesaikan dulu, dan yang demikian itu sunnah.
* Dan telah datang riwayat tentang berdiri tadi dari pekerjaan Nabi SAW, dari Nabi Muhammad SAW (tentang berdiri dan mencium tangan banyak hadistnya) begitu pula dari sahabat nabi dan ulama-ulama terdahulu termasuk Al Imam An-Nawawi tentang kesunnahan berdiri menyambut orang yang mulia.
* Dan barangsiapa yg ragu dari hadist-hadist yang disebutkan maka hendaknya membaca benar-benar, maka ia akan menemukan sesuatu yang bisa menghilangkan keraguannya dari hal itu (baca lagi bukuku (Al Imam An Nawawi))


# Himbauan Membaca Al-Qur'an dalam Sholat #

* Menurut kesepakatan Ijma ulama, WAJIB membaca Al-Fatihah dalam Sholat, dan tidak Sah Sholat kecuali menggunakan Al-Fatihah. 
Membaca Surah Al-Fatihah menurut imam Abu Hanifah itu Wajib hanya saja membedakan antara wajib (ditinggalkan sah tapi dosa) dengan fardu (ditinggalkan batal)->menurut Imam Abu Hanifah.
* Menurut iman Abu Hanifah itu wajib, hanya saja tidak fardu. Tidak tertentu Fatihahnya diraka'at terakhir boleh ditinggalkan, tidak difardukan , bawasanya wajib disini kalau ditinggal dosa tapi tetap sah sholatnya. 
* Akan tetapi menurut Jumhur Ulama Setiap roka'at membaca Al-Fatihah itu WAJIB, kalau tidak dibaca maka tidak sah sholatnya, jadi disimpulkan bahwa membaca Al-Fatihah dalam Sholat itu "WAJIB".
Dalil dari Hadist Nabi SAW dalam hadist Shohih -> "Tidak Sah satu sholat yang tidak dibaca didalam sholat tersebut dengan fatihah". Ini yang digunakan Jumhur ulama. 
* dan Menurut Imam Abu Hanifah itu fardu membaca Al-Qur'an tidak harus Fatihah, namun bila tidak menggunakan fatihah maka Dosa.
* Menurut kebanyakan ulama madzhab Imam Syafi'i, hendaknya bacaan di rakaat ketiga dan keempat itu lebih pendek dari sebelumnya, hal ini dilakukan apabila menjadi makmum dan Imam lama membaca surat setelah Al-Fatihah, maka boleh membaca surat lain dengan syarat yg disebutkan tadi.
* Sunnahnya raka'at pertama lebih panjang dari yang kedua, yang kedua lebih panjang dari yang ketiga dan seterusnya, dan tidak memanjangkan yg kedua. Dan faedahnya adalah orang yang telambat dapat mengikuti raka'at yang pertama.

Wallahu a'lam Bisshowab

♥ Muslimah ♥

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (13 Romadhon 1433 H)

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas Ringkasan Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 

ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA UST. AHMAD DIMYATI

Kamis tgl. 13 Ramadhan 1433 H / 2Agustus 2012

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

# Fi Qira’atil Qur’an Yuradu Biha Al-Kalamu / Berbicara Dengan Bacaan Al-Qur’an #

1. Dalam hadist berikut, Menjawabnya Sayyidina Ali ra menunjukkan bahwasannya membaca Al-Qur’an dengan tujuan berbicara kepada orang lain adalah diperkenankan :

وَعَنْ حُكَيْمِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْمُحَكَّمَةِ أَتَى عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فَقَالَ : لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ (الزُّمَرُ : 65) فَأَجَابَهُ عَلِيٌّ فِي الصَّلاَةِ : فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ وَلاَ يَسْتَخِفَنَّكَ الَّذِيْنَ لاَيُوْقِنُوْنَ (الرُّوْمُ : 60)
Dari Hukaim Bin Sa’ad, “Sesungguhnya ada seorang lelaki menemui Sayyidina Ali ra yang sedang melakukan Sholat Shubuh, kemudian laki-laki tersebut berkata :
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ (Jika engkau musyrik maka amalmu akan hancur - QS. Az-Zumar : 65 ),
kemudian Sayyidina Ali ra menjawab dalam Sholatnya :
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ وَلاَ يَسْتَخِفَنَّكَ الَّذِيْنَ لاَيُوْقِنُوْن (Bersabarlah sesungguhnya janji Allah itu benar dan janganlah orang-orang yang tidak beriman membuatmu gelisah – QS. Ar-Rum : 60)

* akan tetapi dijelaskan dalam Fiqih madzhab Syafi’i bahwasannya di antara hal yang membatalkan Sholat adalah berbicara, nah dalam berbicara ini ada yang membatalkan dan ada yang tidak, rinciannya adalah sebagai berikut :
a. Jenis bicara yang membatalkan Sholat :
I. Mengucapkan 4 kata (ada yang mengatakan sampai 6 kata) baik disengaja ataupun karena lupa.
II. Mengucapkan sedikit (kurang dari 4 kata) yang disengaja.

b. Jenis biacara yang tidak membatalkan Sholat :
I. Mengucapkan kalimat kurang dari 4 kata karena lupa/keceplosan (latah) atau karena karena tidak tahu hukumnya (dan ini khusus bagi orang yang baru masuk islam atau jauh dari Ulama’).
Mengucapkan 1 huruf walaupun disengaja, namun bisa membatalkan kalau 1 huruf tersebutkan dimaksudkan untuk main-main atau Hurufnya tersebut panjang (Mad) atau memberikan pemahaman seperti : قِ (artinya : jagalah) , رَ (artinya : lihatlah) dll.

2. Dipekenankan terlambat sholat berjama'ah dikarenakan menghormati orang yang lebih tua sebagai suatu kemuliaan akhlak.
Suatu saat di waktu Sholat Shubuh, Sayyidina Ali ra berjalan melewati satu lorong jalan menuju Masjid, ketika itu beliau berjumpa dengan seorang nenek tua (ternyata beliau adalah seorang Yahudi) yang berjalan akan tetapi ia tidak mau mendahuluinya karena mulianya budi pekerti beliau dan besar pernghormatannya kepada orang lain lebih-lebih yang sudah tua, padahal di saat itu Rasulullah SAW sedang melaksanakan Sholat berjama’ah bersama para Sahabatnya, akan tetapi karena akhlaq dan kemuliaan Sayyidina Ali ra akhirnya atas perintah Allah malaikat Jibril menemui Rasulullah SAW dan menyuruhnya agar tetap dalam Ruku’nya sampai Sayyidina Ali ra datang, setelah Sholat Shubuh berjama’ah selesai para sahabat pada bertanya sebab Rasulullah memperlama Ruku’nya.

3. Aturan menjawab seseorang yang meminta izin masuk rumah ketika anda sedang melaksanakan sholat.
Ulama’ Madzhab Syafi’i berkata :
“Apabila ada seseorang yang minta izin masuk rumah kepada seseorang yang sedang Sholat, kemudian orang yang Sholat tersebut menjawab : أُدُخُلُوْا هَا بِسَلاَمٍ آمِنِيْنَ (masuklah dengan keselamatan), kalau orang tersebut bermaksud hanya sekedar membaca Al-Qur’an atau bermaksud membaca dan pemberitahuan maka Sholatnya tidak menjadi batal, akan tetapi kalau ia hanya bermaksud pemberitahuan saja maka Sholatnya menjadi batal”.

PASAL

Beberapa adab yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Qur'an :

* Ketika seseorang sedang membaca Al-Qur’an dengan berjalan kemudian ia bertemu dengan seseorang maka sunnah baginya untuk menghentikan bacaan kemudian mengucapkan salam kepada orang yang ia temui, setelah itu kembali meneruskan bacaanya, adapun kalau ia mengulang bacaan Ta’awwudz maka itu sangat baik.

* Adapun ketika seseorang membaca Al-Qur’an kemudian ngobrol, baca lagi lalu ngobrol lagi, sungguh ini adalah salah satu bentuk tidak punya adab sama Al-Qur’an.

* Sedangkan apabila ia sedang membaca Al-Qur’an sambil duduk kemudian ada orang yang berjalan melaluinya maka hal ini telah dijawab oleh Imam Abu Al-Hasan Al-Wahidi, beliau berkata :”Bagi seseorang yang sedang membaca Al-Qur’an lebih utama untuk tidak mengucapkan Salam Karena ia sedang sibuk dengan bacaannya, akan ketika ada orang yang mengucapkan Salam kepadanya maka cukup baginya untuk menjawab dengan Isyarat saja, namun kalau ia ingin menjawabnya dengan kata-kata maka jawab saja, setelah itu ia meneruskan bacaannya lagi dengan membaca Ta’awwudz terlebih dahulu”. Akan tetapi pendapat Imam Abu Al-Hasan Al-Wahidi adalah pendapat yang lemah (Dho’if).

* Ulama’ Madzhab Syafi’i berkata :
“Apabila ada seseorang yang masuk masjid ketika Khutbah sedang berlangsung kemudian ia mengucapkan salam, menurut mereka Diam (mendengar Khutbah) adalah sunnah dan menjawab Salam adalah wajib berdasarkan pedanpat yang paling benar di antara 2 pendapat”.
1. Jika mereka mengatakan Diam ketika mendengarkan Khutbah adalah wajib dan berbicara ketika Khutbah berlangsung adalah haram bersaman dengan hal itu masih ada perselisihan pendapat,
2. sedangkan berbicara ketika membaca Al-Qur’an adalah tidak haram menurut Ijma’ (kesepakatan Ulama’), jadi lebih utama menjawab salam baik ketika ia mendengarkan Khutbah atau sedang membaca Al-Qur’an walaupun sambil duduk, karena salam itu Wajib tanpa ada Ulama’ yang berbeda pendapat, Wallahu A’lam.

* Ada beberapa amalan sunnah yang pahalanya lebih besar dari pada amalan wajib yaitu :
A. Mengucapkan salam adalah Sunnah dan menajwabnya adalah wajib, akan tetapi mengucapkan salam lebih besar pahalanya dari pada menjawabnya.
B. Memberi tempo dalam membayar hutang adalah wajib sedangkan meembebaskannya adalah Sunnah, namun membebaskan hutang lebih besar pahalanya dari pada memberi tempo untuk membayar.

* Apabila ada seseorang bersin ketika membaca Al-Qur’an maka tetap disunnahkan baginya mengucapkan : اَلْحَمْدُ لِلَّهِ begitu juga ketika ia sedang Sholat tetap disunahkan. Ketika ia sedang membaca Al-Qur’an di luar Sholat dan mendengar orang yang sedang bersin kemudian membaca اَلْحَمْدُ لِلَّهِ maka disunnahkan baginya untuk mengucapkan : يَرْحَمُكَ اللهُ , begitu juga ketika ia mendengar orang yang adzan di saat membaca Al-Qur’an maka disunnahkan baginya untuk memotong bacaannya dan menjawab Adzan begitu juga Iqomah kemudia kembali lagi ke bacaan, dan ini sudah disepakati oleh Ulama’ Madzhab Syafi’i.

* Apabila ada seseorang yang memerlukan seseuatu padanya sedangkan ia sedang membaca Al-Qur'an, maka yang lebih utama adalah cukup baginya untuk memberi Isyarat yang memberi pemahaman, dan ini dilakukan jika yang memerlukannya tersebut tidak tersinggung atau tersakiti, akan tetapi kalau ia memotong bacaannya kemudian menjawab/memenuhi keperluan orang tersebut maka tidak apa-apa, Seperti kalau ada seorang suami minta dibuatin kopi maka hendaknya sang isteri menghentikan bacaannya kemudian membuatkan kopinya, setelah selesai kembali lagi ke bacaannya. Begitu juga ketika ada keperluan atau hajat yang tidak cukup dengan isyarat maka diputus saja bacaannya lebih-lebih kebutuhan yang mendesak.


Wallahu A’lam Bisshowab.

By : Tim Pustaka Al-Bahjah Sumber : Artikel Buya Yahya di www.buyayahya.org

♥ Muslimah ♥


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (12 Romadhon 1433 H)


Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas Ringkasan Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 

ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA BUYA YAHYA

Rabu tgl. 12 Ramadhan 1433 H / 1Agustus 2012

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Pelajaran Yang Bisa Kita Ambil :

# Di antara Bid’ah yang munkar dalam membaca Al-Qur’an #

1. Di antara hal yang Bid’ah adalah menisbatkan suatu pekerjaan yang dianggap Sunnah itu pernah dilakukan Rasulullah SAW yang sesungguhnya tidak pernah ada riwayat tentang hal tersebut.
* Dalam membaca Al-Qur’an adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang bodoh yang melakukan Sholat Taraweh menjadi Imam bagi orang-orang, yaitu membaca Surat Al-An’am di rakaat terakhir pada malam ke 7, dan mereka meyakini bahwa hal itu adalah sunnah, maka mereka sungguh telah mengumpulkan perkara-perkara yang mungkar di antaranya adalah : mereka meyakini bacaan tersebut adalah sunnah, kemudian mereka mengkaburkan (pemahaman) orang awam dalam masalah tersebut.

2. Sunnah bacaan pada rakaat yang pertama lebih panjang dari pada rakaat yang ke 2.
*Dan mereka lebih memanjangkan rakaat yang ke 2 dari pada rakaat yang pertama akan tetapi yang disunnahkan adalah bacaan pada rakaat yang pertama lebih panjang dari pada rakaat yang ke 2, dan di antara hal mungkar lainnya adalah memanjangkan bacaan terhadap makmum yakni dengan mambaca Surat Al-An’am (panjang : 165 ayat, 23 halaman).
* Begitu juga membaca Al-Qur’an dengan cara "Hadzramah" yaitu : mebaca dengan begitu cepatnya sehingga huruf dan panjang madnya tidak jelas, dan inilah yang banyak terjadi di masyarakat yang Sholat Tarawehnya sangat cepat.
* Pada dasarnya membaca Surat Al-An’am pada rakaat ke 2 Sholat taraweh di malam ke 7 bukanlah Bid’ah, akan tetapi ketika mereka meyakini intu adalah Sunnah Nabi itulah yang dihukumi Bid’ah, sebab memang hal tersebut tidak pernah dilakukan Nabi.

3. Sunnah membaca Ayat/Surah setelah membaca Al-Fatihah. 
* Permasalahannya kita mengada-ada padahal tidak pernah dilakukan oleh Nabi, dan ada juga banyak hadits palsu yang dihadirkan oleh para Qurro’ agar orang senang membaca Al-Qur’an akan tetapi mereka telah berbohong karnea hal itu tidak pernah dikatakan atau dilakukan oleh Nabi, berbeda ketika seseorang membaca Surat apa saja tanpa mengkhususkan maka itu memang sunnah membaca surat setelah Fatihah. Begitu juga yang biasanya membaca Surat dari Adh-Dhuha sampai akhir itu bukanlah sunnah Nabi, yang mengatakan itu adalah sunnah Nabi maka itu adalah Bid’ah yang benar adalah memang disunnahkan membaca Surat setelah Fatihah, disunnahkan juga surat yang pertama sesuai dengan urutannya baru surat yang ke 2, dan dipilih dari Adh-Dhuha itu biar mudah saja urutannya. Jadi yang perlu dipangkas adalah keyakinan yang salah tentang hal tersebut.

4. Disunnahkan pada Sholat Shubuh hari jum’at untuk membaca Surat As-Sajdah (الم تَنْزِيْل) pada rakat yang pertama dan membaca Surat Al-Insan (وَهَلْ أَتَى) pada rakaat yang ke 2.
* Di antara Bid’ah yang serupa dengan hal tersebut adalah pada Sholat Shubuh hari Jum’at mereka membaca Surat yang ada ayat Sajdah-nya selain Surat Sajdah (الم تَنْزِيْل) dan mereka menyengaja membaca surat yang ada ayat Sajdah dengan niat untuk melakukan sujud Tilawah, akan TETAPI yang diSUNNAHkan pada Sholat Shubuh hari Jum’at adalah membaca Surat Sajdah (الم تَنْزِيْل) di rakaat yang pertama dan pada rakaat yang ke 2 adalah Surat Al-Insan (وَهَلْ أَتَى).

5. Janganlah seorang Imam terlalu memperpanjang bacaan sehingga membuat capek makmumnya, adapun bacaan itu yang sedang-sedang saja seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, adapun kalau mau membaca ayat/surat yang panjang ketika ia Sholat sendirian itulah yang dianjurkan.

# Fi Masaila Ghoribatin Tad’u Al-Hajatu Ilaiha / Dalam Masalah-Malasah Unik (Jarang) Yang Sangat Perlu (Untuk Di Bahas) #

1. Ketika ingin buang angin hendaknya ia menghentikan bacaannya dulu sebagai adab terhadap Al-Qur’an, nah ketika sudah membuang anginnya maka silahkan bacaannya dilanjutkan kembali. Akan tetapi yang dimaksud membaca di sini hanya sekedar baca bukan memegang AL-Qur’an, kalau memegang maka harus diletakkan dulu karena ia telah batal Wudhu’ dan harus berwudhu’ kembali ketika ingin memegang Al-Qur’an, dan dianjurkan ketika membaca Al-Qur’an (bukan memegang) itu dalam keadaan punya Wudhu’.

2. Ketika seeorang menguap maka hendaknya ia menghentikan bacaannya dulu dengan menutupkan punggung tangan kiri ke mulutnya, baru setelah itu bacaannya dilanjutkan kembali.

3. Ada bebera ayat yang dianjurkan untuk melirihkan suara ketika membacanya yaitu : At-Taubah ayat 40, Al-Maidah ayat 64 dan Maryam ayat 88, karena ayat-ayat tersebut adalah perkataan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang salah tentang Allah.

4. Ketika membaca/mendengar Surat Al-Ahzab ayat 56 disunnahkan membaca Sholawat kepada Nabi.

5. Ketika membaca/mendengar Surat At-Tin disunnahkan untuk mengucapkan :
بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ (Benar, dan aku termasuk orang yang menyaksikan terhadap hal tersebut)

6. Hadits Dho’if boleh diamalkan dengan syarat :
a. Masih ada Hadits Shohih yang menerangkan keutamaan amal tersebut secara umum.
b. Dho’ifnya tidak terlalu parah, yakni lemahnya hadits tersebut disebabkan sanadnya yang tidak jelas/lemahnya hafalan seorang perowi bukan karena perowinya seorang pendusta.
c. Hanya untuk Fadhoilul A’mal (amal ibadah tambahan) bukan untuk menetapkap hokum Syariat.
d. Tidak meyakini hadits tersebut dari Nabi, hanya mengamalkannya saja berdasarkan dalil umum.

7. Ketika membaca/mendengar ayat terakhir Surat Al-Qiyamah disunnahkan membaca :
بَلَى وَأَنَا أَشْهَدُ (Benar dan aku bersaksi).

8. Ketika membaca/mendengar ayat Al-A’raf ayat 185 maka disunnahkan membaca : 
آمَنْتُ بِاللهِ (Aku beriman kepada Allah).

9. Ketika membaca/mendengar ayat terakhir Surat Al-A’la disunnahkan membaca :
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى (Maha suci tuhnaku yang maha tinggi) bahkan Sayyidina Umar Bin Al-Khoththob ra membacanya 3 kali.

10. Ketika membaca/mendengar ayat terakhir Surat Bani Israil disunnahkan membaca :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا (Segala puji bagi Allah yang tidak butuh pada anak).

11. Kesunnahan membaca hal-hal tersebut di atas bukan hanya di luar Sholat saja akan tetapi di dalam Sholat juga disunnahkan.

12. Dan memang dianjurkan ketika membaca/mendengar ayat Tasbih untuk membaca Tasbih, ketika membaca/mendengar ayat Siksa agar kita membaca Do’a agar dihindari dari siksaan tersebut dan ketika membaca/mendengar ayat tentang kenikmatan/kebaikan maka kita dianjurkan untuk berdo’a meminta kenikmantan/kebaikan tersebut, dan lain sebagainya inilah hakikat merenungi makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Wallahu A’lam Bisshowab.

By : Tim Pustaka Al-Bahjah Sumber : Artikel Buya Yahya di www.buyayahya.org

♥ Muslimah ♥

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (11 Romadhon 1433 H)




Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas Ringkasan Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 


ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA BUYA YAHYA

Selasa tgl. 11 Ramadhan 1433 H / 31 Juli 2012

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

# Disunnahkannya Meminta Bacaan Yang Indah Dari Orang Yang Suaranya Bagus untuk dirinya #

* Rasulullah senang dibacakan Al-qur'an oleh orang lain selain dirinya. 

Ketahuilah sesungguhnya sekelompok dari Ulama’ generasi Salaf meminta orang yang ahli membaca Al-Qur’an dengan suara yang bagus untuk membaca dan mereka mendengarkannya, dan ini sudah menjadi kesepakatan kesunnahannya, dan ini adalah kebiasannya orang-orang yang baik, rajin ibadah dan hamba-hamba yang Sholeh dan hal ini adalah Sunnah yang sudah menjadi ketetapan dari Rasulullah SAW, disebutkan dalam hadits :


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ, فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ! أَقْرَأُ عَلَيْكَ, وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ؟ قَالَ : إِنِّيْ أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِيْ, فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُوْرَةَ (النِّسَاءِ) حَتَّى إِذَا جِئْتُ إِلَى هَذِهِ اْلأَيَةِ : (فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا) – النِّسَاءُ : 41- قاَلَ حَسْبُكَ اْلآنَ فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ


Dari Abdullah Bin Mas’ud ra beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda kepadaku “Bacakanlah Al-Qur’an kepadaku! Aku berkata : Ya Rasulallah, (bagaimana) aku membacakan Al-Qur’an kepadamu sedangkan Al-Qur’an tersebut diturunkan kepadamu?, Rasulullah SAW bersabda “Sungguh aku lebih senang mendengar Al-Qur’an dari selainku”, kemudian aku membacakannya Surat An-Nisa’ sampai pada ayat :

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا (النِّسَاءُ : 41)


“Maka bagaimana ketika suatu saat nanti (di hari Qiyamat) kami datangkan saksi dari semua Umat Kemudian aku datangkan engkau sebagai saksi bagi mereka (Umatmu)”. QS. AN-Nisa’ : 41, setelah itu Rasulullah SAW bersabda “Sekarang sudah cukup”, kemudian aku menoleh kepada beliau dan aku lihat matanya berlinangan air mata. HR Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim

Saksi : Yakni Nabi-Nabi mereka, dan setiap Nabi berkata “Ini Umatku maka selamatkan ya Allah”, begitu juga hal ini terjadi pada Nabi Muhammad dan ceritanya di sini sangat panjang untuk disebut, di saat Umat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar semuanya berbondong-bondong minta pertolongan, ada yang datang ke Nabi Adam tapi beliau menolak, kemudian Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Musa dan Nabi Isa juga menolak, akhirnya mereka semua menuju Nabi Muhammad, dan di sini ada yang namanya Syafa’at yakni pertolongan Nabi Muhammad untuk Umatnya, dan tidak semua yang mengaku Umatnya Nabi Muhammad mendapatkan Syafa’atnya, hanya yang mengenalnya dengan sesungguhnya dan mengenal dengan hatinya maka ia akan mendapatkan Syafa’atnya. Tentu yang mengenalnya dengan sesungguhnya akan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan ayat ini dikhitobkan kepada Nabi Muhammad makanya beliau berlinangan air mata, jauh dari itu beliau memikirkan nasib Umatnya. 

* Contoh lain, Sayyidina Umar meminta untuk di ingatkan dirinya oleh Allah yaitu dengan dibacakan Al-Qur'an oleh orang lain. 

Imam Ad-Darimi dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad-sanadnya dari Sayyidina Umar Bin Al-Khoththob, sesungguhnya beliau berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari : “Ingatkanlah kami kepada Tuhan kami!” maka Abu Musa membacakan di sampingnya.
* Adapun riwayat dari Sahabat dan Tabi’in dalam masalah ini sangat banyak dan terkenal, bahkan ada sebagian dari mereka yang meninggal disebabkan (terenyuh) mendengar bacaan orang, yang telah mereka minta untuk membacakannya, Wallahu A’lam.


# Ulama’ menganjurkan untuk membuka dan menutup majelis ta’lim dengan pembacaan Ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan tema yang dibahas #

* Sebagian Ulama’ menganjurkan di pembukaan Majelis Hadits Nabi Muhammad SAW untuk dibuka dan ditutup dengan bacaan yang ringan (sedikit) dari seorang Qori’ yang suaranya bagus, dan hendaknya seorang Qori’ membaca ayat yang pantas dan cocok dengan kajian majelis tersebut (Seperti ketika acara perayaan Isra Mi’raj membaca ayat pertama surat Al-Isra dll). Dan hendaknya bacaanya tersebut berkenaan dengan ayat Raja’ (berharap pada Allah) dan Khouf (hal-hal yang membuat takut kepada Allah), nasehat, hal-hal yang membuat orang tidak cinta dunia dan membuat rindu kepada akhirat dan mempersiakan diri untuk akhirat, memperpendek angan-angan dan berkenaan dengan akhlaq-akhlaq yang terpuji dan mulia.

# Hendaknya membaca Al-Qur’an dimulai dari kalimat yang masih berkesinambungan, dan hendaknya tidak berhenti pada kalimat yang makna atau susunananya masih belum sempurna dengan kata lain hendaknya berhenti pada kalimat yang sudah sempurna makna dan susunannya atau di tanda waqof atau pemberhentian ayat. #

-> Hendaknya bagi orang yang memulai bacaannya dari pertengahan Surat atau berhenti tidak pada akhirnya (tanda Waqof atau ayat), maka hendaknya ia memulai dari awal ayat yang sambung dengan setelahnya dan berhenti pada ayat yang berhubungan dengan ayat sebelumnya dan jangan sampai terikat dengan A’syar (pembagian Al-Qur’an pada setiap beberapa bagian dan halaman) dan juz sebab terkadang A’syar atau juz tersebut berada di pertengahan ayat yang masih mempunyai hubungan dengan ayat setelahnya seperti ayat-ayat berikut ini :


وَالْمُحْصَنَاتِ مِنَ النِّسَاءِ – النِّسَاءُ : 24

“Dan orang-orang yang terjaga dari kaum wanita”. QS. An-Nisa’ : 24

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِيْ – يُوْسُفُ : 53
“Dan tidak membiarkan nafsuku”. QS. Yusuf : 53 
فَمَا كَانَ جَوَابُ قَوْمِهِ – النَّحْلُ : 56
“Maka tiada jawaban kaumnya”. QS. An-Nahl: 56 
- >Begitu juga firman Allah pada pembagian Hizib (pembagian Al-Qur’an pada setiap beberapa halaman) seperti :


وَاذْكُرُوْا اللهَ فِيْ أَيَّامِ مَعْدُوْدَاتٍ – الْبَقَرَةُ : 203

“Dan berdzikirlah kalian kepada Allah pada hari-hari yang sudah ditentukan jumlahnya”. QS. Fushshilat : 47

# Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an mengindahkan adab-adabnya, sebisa mungkin direnungi maknanya sehingga ketika mau berhenti pada satu kalimat bisa berhenti pada kalimat yang sudah sempurna maknanya danjangan ikut-ikutan orang yang salah dalam hal ini #

# Jangan malu menempuh jalan kebenaran, walaupun yang menempuhnya hanya sedikit, dan jangan tertipu pada sesuatu yang banyak dilakukan oleh orang akan tetapi hal tersebut pada kenyataannya tidak baik #


# Membaca satu surat pendek sampai selesai itu lebih bagus dari pada membaca sepenggal surat yang panjang walaupun dengan kadar waktu yang sama dan dengan jumlah ayat yang sama, sebab membaca satu surat itu makna yang terkandung di dalamnya sudah dibaca dengan sempurna #

# Keadaan-keadaan Dimakruhkannya Membaca AL-Qur’an #

Ketahuilah bahwasannya membaca Al-Qur’an itu sangat dicintai (yakni sangat dianjurkan) secara mutlak, kecuali dalam beberapa keadaan khusus yang memang dilarang oleh Syariat membaca di waktu tersebut, adapun yang akan kami hadirkan pada kesempatan kali ini secara ringkas dengan tidak menyebutkan dalil-dalilnya sebab hal ini sudah sangat masyhur.

* Adapun membaca Al-Qur’an yang dimakruhkan adalah di beberapa keadaan berikut ini :
1. Di waktu Ruku’
2. Di waktu Sujud
3. Di waktu Tasyahhud
4. Di semua keadaan selain di waktu berdiri saat Sholat
5. Membaca Al-Qur’an selain Surat Al-Fatihah pada Sholat yang bacaannya dikeraskan bagi Makmum apabila ia masih bisa mendengar bacaan Imamnya
6. Membaca Al-Qur’an di WC, dan menjadi haram ketika membacanya bersamaan dengan keluarnya sesuatu dari jalan depan/belakang
7. Di saat mengantuk
8. Di saat Al-Qur’annya tidak jelas
9. Di saat mendengar Khutbah, berbeda dengan orang yang tidak mendengar suara Khotibnya (seperti tidak ada pengeras suara, atau pengeras suaranya mati dan sebagainya) bahkan ia disunnahkan untuk membaca Al-Qur’an, inilah yang dipilih dan benar dalam Madzhab kami (Syafi’i), akan tetapi ada riwayat dari Imam Thowus bahwasannya membaca Al-Qur’an di waktu Khotib berkhutbah adalah makruh walaupun ia tidak mendengarnya namun menurut Ibrahim tetap tidak makruh, maka boleh juga mengumpulakn 2 pendapat ini berdasarkan apa yang kami katakan seperti yang disebutkan oleh Ulama’-Ulama’ madzhab Syafi’i.

Wallahu A’lam Bisshowab.

By : Tim Pustaka Al-Bahjah Sumber : Artikel Buya Yahya di www.buyayahya.org

♥ Muslimah ♥


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (10 Romadhon 1433 H)

Assalamu'alaikum Wr Wb.

ULASAN KAJIAN KITAB AT-TIBYAN KARYA IMAM AN-NAWAWI 
BERSAMA Buya Yahya PENGASUH LPD AL-BAHJAH CIREBON 
JL. PANGERAN CAKRABUANA BLOK GUDANG AIR NO. 179
KEL. SENDANG – KEC. SUMBER – KAB. CIREBON
CP : TIM PUSTAKA AL-BAHJAH 081 312 131 936

Senin tgl. 10 Ramadhan 1433 H / 30 Juli 2012

بِِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, الَّذِيْ أَكْرَمَنَا بِشَهْرِ رَمَضَانَ, الَّذِيْ جَعَلَنَا مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَفْضَلِ الصَّائِمِيْنَ وَأَحْسَنِ الْقَائِمِيْنَ. حَبِيْبِنَا وَشاَفِعِنَا وَمَوْلاَناَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

ULASAN PENGAJIAN AT-TIBYAN BERSAMA BUYA YAHYA

FASAL
Fis Tihbabi Tahsinis Shouti Bil Qur’an
Disunnahkannya Memperbagus Suara Ketika Membaca Al-Qur’an

Telah menjadi kesepakatan Ulama’ radhiyallahu ‘anhum (semoga Allah meridhoi mereka) dari generasi Salaf (hidup di 3 abad pertama hijriyah) dan Kholaf (setelah abad ke 3 sampai sekarang) baik dari kalangan Shabat dan Tabi’in dan dari Ulama’-Ulama’ setelah mereka penjuru negri yang merupakan para Imamnya kaum Muslimin bahwasannya : Memperbagus suara ketika membaca Al-Qur’an adalah disunnahkan. Adapun perkataan dan perbuatan mereka sudah sangat masyhur di puncak kemasyhuran, akan tetapi kami sudah merasa cukup untuk mengambil beberapa saja dari hal tersebut.

Adapun dalil-dalil ini semua adalah berdasarkan Hadits Rasulullah SAW itu sangta banyak yang diketahui oleh orang awam dan Khusus seperti Hadits-Hadits berikut ini :
زَيِّنُوْا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ. رواه الحاكم في المستدرك 2145
“Hiasilah Al-Qur’an dengan suara-suara kalian”. HR. Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 2145

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى اْلأَشْعَرِيِّ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : لَقَدْ أُوْتِيْتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيْرِ آلِ دَاوُدَ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Musa AL-Asy’ari ra bersabda kepadanya “Sungguh engkau telah diberikan seruling dari serulingnya keluarganya Abu Daud”. HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ, وَمَعْنَى أَذِنَ اِسْتَمَعَ, وَهُوَ إِشَارَةٌ إِلَى الرِّضَا وَالْقَبُوْلِ
Dari Abu Hurairah ra aku mendengar Nabi Muhammad bersabda “Allah sangat senang mendengar orang yang memperbagus suaranya ketika mebaca Al-Qur’an dan mengeraskannya”, HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim, makna mendengar di sini adalalh isyarat ridho dan menerimanya.

Semua hadits-hadits tersebut telah disebutkan di Fasal sebelumnya, dan telah disebutkan dalam Fasal At-Tartil hadits Abdullah Bin Mughoffal di dalam Bab Nabi Muhammad mengulang-ulang bacaan, begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id Bin Abi Waqos dan Hadits riwayat Abu Lubabah ra :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ فَلَيْسَ مِنَّا. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ
Sesunggunya Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa tidak melagukan Al-Qur’an maka ia bukan dari golongan kami”. HR. Imam Abu Daud dengan sanad-sanad yang bagus, akan tetapi di dalam sanadnya Sa’id ada perbedaan yang tidak membahayakan yakni tidak bermasalah.

Jumhur Ulama’ berkata : Makna melagukan Al-Qur’an adalah memperbagus suaranya ketika membaca Al-Qur’an, begitu juga hadits riwayat Al-Barra' :
قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْعِشَاءِ بِـ(التِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِ) فَمَا سَمِعْتُ أحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا مِنْهُ. رَوَاهُ الْبخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Al-Barra’ berkata, aku mendengar Rasulullah SAW membaca Surat At-Tin saat Sholat Isya’, sungguh aku tidak pernah mendengar suara yang lebih bagus suaranya dari pada Rasulullah SAW. HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim

Para Ulama’ rahimahumullah (semoga Allah merahmati mereka) berkata :

“Disunnahkan memperbagus suara ketika membaca Al-Qur’an, tentunya dengan kaidah-kaidah membaca yang benar (Tajwid & Makhraj Huruf), selama tidak keluar dari batas-batas bacaan yang benar yaitu dengan tidak meliuk-liukkannya dengan panjang, akan tetapi ketika ia berlebihan dalam membacanya sampai menambah satu huruf atau menyembunyikan hurufnya maka hukumnya itu adalah Haram”.

Adapun membaca dengan melagukannya, telah dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) pada suatu kesempatan :
“Aku kurang senang dengan bacaan yang dilagu-lagukan” dan beliua berkata pada kesempatana lain : “Aku tidak membencinya”.

Ulama’-Ulama’ Madzhab Syafi’i berkata : Maksud bacaan yang dilagu-lagukan bukan pada 2 perkatan Imam Syafi’i secara dzohir akan tetapi diperinci lagi yaitu :

1. Jika bacaannya berlebihan sampai meliuk-liukkannya sampai menyalahi batasan-batasan yang benar maka itulah yang tidak disenangi oleh Imam Asy-Syafi’i.
2. Adapun kalau tidak melebihi batasan-batasan yang benar itulah yang tidak dibenci oleh Imam Asy-Syafi’i

Imam Al-Mawardi yang merupakan Imamnya para Qodhi menyebutkan dalam kitabnya Al-Hawi :

“Membaca dengan dilagu-lagukan sebagaimana yang terjadi baru-baru ini apabila mengeluarkan lafadz Al-Qur’an dari Shighot (bentuk lafadz) dengan memasukkan harakat-harakat ke dalamnya, atau dengan membuang harakat-harakat dari lafadz tersebut, atau memperpendek bacaan Mad (bacaan yang panjang), atau memperpanjang bacaan yang pendek (bukan Mad), atau nenperpanjang sampai merusak sebagian lafadz dan merusak maknanya maka itulah yang HARAM, pelakunya mendapat gelar FASIQ dan yang mendengarnya mendapat DOSA, disebabkan hal tersebut telah menyeleweng dari cara yang benar ke cara yang salah.
وَاللهُ تَعَالَى يَقُوْلُ : (قُرْآنًا عَرَبِيًاغَيْرَ ذِيْ عِوَجٍ) – الزُّمَرُ : 28
Allah SWT berfirman : “Al-Qur’an dalam bahasa Arab tidak ada penyelewengannya ”. QS Az-Zumar : 28
Akan tetapi kalau lagunya tersebut tidak mengeluarkan lafadz dan bacaannya dari kaidah membaca yang benar (Tartil ) itu diperkenankan sebab dengan lagunya tersebut ia memperbagus bacaannya. Inilah pendapatnya Imamnya para Qodhi

Inilah bagian pertama dari bacaan dengan melagu-lagukan yang haram adalah maksiat, yang kebanyakan terjadi pada sebagian orang awam yang bodoh dan orang-orang yang dzolim yang biasanya bacannya dikontrak membaca Al-Qur’an untuk orang yang meninggal atau di sebagian Resepsi dan ini adalah Bid’ah yang diharamkan secara jelas, dan bagi yang mendengarnya mendapatkan Dosa sebagaimana tadi dikatakan oleh Imamnya para Qodhi, dan berdosa juga setiap orang yang mampu menghentikan kemungkaran tersebut (yakni bacaan Lahn yang keluar dari kaidah Tajwid), atau mampu mencegahnya jika ia tidak mau melakukan hal tersebut (yakni tidak mau mencegah atau menghentikannya).

Imam An-Nawawi berkata :
“Sungguh aku telah mengerahkan segala upayaku untuk menyelesaikan masalah ini (mencegah orang untuk membaca dengan bacaan Lahn yang haram), dan aku berharap kepada Allah SWT agar memberikan Taufiq-Nya untuk menghilangkan maksiat tersebut, dan menjadikannya aman-aman saja ”.

Imam Asy-Syafi’i berkata dalam kitab Mukhtashor Al-Muzani :
“Memperbagus bacaan dengan cara yang ia bisa ”, kemudian beliau berkata lagi : “Aku lebih senang kalau cara membacanya adalah Hadar dan dibarengi dengan sendu”.

Pakar bahasa berkata : “Aku meng-hadarkan bacaan, yakni : Aku memasukkannya dan tidak terlalu memanjangkannya, dikatakan Seseorang membaca dengan sendu apabila ia melembutkan suaranya”.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَرَأَ (إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ)} التَّكْوِيْرُ:1 {يحزنها شبه الرثاء. رواه إبن أبي داود
Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya beliau membaca إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ (QS. At-Takwir : 1) dengan sendu seperti orang yang membaca syair bela sungkawa. HR. Ibnu Abi Daud

وَفِيْ سُنَنِ أَبِيْ دَاوُدَ قِيْلَ لِإِبْنِ أَبِيْ مُلَيْكَةَ : أَرَأَيْتَ إِذَا لَمْ يَكُنْ حَسَنَ الصَّوْتِ؟ فَقَالَ : يُحْسِنُهُ مَا اسْتَطَاعَ.

Diseburtkan dalam Sunan Abu Daud, dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah : “Bagaimana menurutmu jika suaranya tidak bagus? Maka beliau menjawab : “Hendaknya ia memperbagus bacaannya semampunya”.

Pelajaran yang bisa kita ambil :

1. Memperbagus suara di waktu membaca Al-Qur’an itu dianjurkan, akan tetapi jangan sampai karena membaguskan suaranya malah merusak bacaannya (yakni melanggar kaidah Tajwid) seperti terlalu panjang atau terlalu pendek sedangkan ia paham tentang ilmu Tajwid khususnya para Ustadz, bahkan ini malah HARAM dan DOSA, tak hanya itu saja yang mendengar juga berdosa jika ia mampu mencegah atau menghentikannya akan tetapi ia malah tidak mencegahnya.
Lebih-lebih ketika Sholat Taraweh yang biasanya banyak di beberapa tempat khususnya yang melakukan Sholat Taraweh 20 rakaat banyak di antara Imamnya yang mempercepat bacaannya sehingga mengurangi panjang mad yang semestinya dibaca panjang, maka yang menajdi ma’mum berdosa kalau tidak mengingatkannya.

2. Bagi Qori’ah (wanita yang mahir dan bagus bacaannya), kami harap para Qori’ah memperhatikan adab-adab membaca yang benar, jangan sampai seorang Qori’ah melantunkan ayat dengan melagukannya di hadapan lelaki Ajnabi (bukan mahromnya) dan ini tidak diperkenankan oleh Syariat. Seorang Qori’ah boleh melantunkan Ayat Al-Qur’an dengan mendayu-dayu untuk dirinya sendiri, suaminya, keluarganya dan di hadapan para wanita lainnya, yang tidak boleh adalah di hadapan lelaki yang bukan mahromnya.
Memang suara wanita bukanlah Aurat dalam Madzhab kita Imam Syafi’i, akan tetapi permasalahannya Al-Qur’an berbeda dengan sekedar ucapan, sebab Al-Qur’an wajib didengar, makanya tidak diperkenankan bagi seorang wanita membaca di hadapan laki-laki yang bukan mahrom. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an :
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Wahai istri-istri nabi, kalian tidak sama dengan wanita-wanita yang lain, jika kalian bertakwa maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga timbullah keingin orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Pertanyaan :

1. Ada seseorang gusinya berdarah dan bercampur dengan ludahnya, apakah puasanya batal kalau ludah tersebut ditelan?
2. Bagaimana hukumnya kalau ada orang membaca Al-Qur’an tanpa menggunakan Tajwid, dan ketika ia diingatkan malah marah?
3. Bolehkah seorang isteri zakat fitrahnya diniatkan oleh suaminya?

Jawaban :

1. Masalah puasa, darah itu najis menurut Madzhab Syafi’i dan jumhur Ulama’ dan telah kami sebutkan dalam Fiqih Praktis Puasa ludah tidak membatalkan puasa denagn 3 syarat :
a. Ludahnya sendiri
b. Ludah masih di tempatnya
c. Ludahnya tidak bercampur dengan apapun
Nah kasusnya adalah kalau skeluar darahnya sudah tidak bisa dihindari seperti punya tumbuh karang di giginya sehingga sering mengeluarkan darah maka hal itu dimaafkan, darahnya tetap najis akan tetapi tidak membatalkan puasanya.

2. Yang perlu diperhatikan adalah kalau orang tersebut memang belum mnegusai ilmu Tajid maka tidak berdosa bahkan mendapatkan 2 pahala sebagaimana disebutkan dalam hadits seorang wanita mengadu kepada Rasulullah SAW tentang bacaannya yang kurang baik :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ لَهُ أَجْرَانِ. رواه مسلم

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : “Seseorang yang membaca Al Qur’an dalam keadaan mahir maka ia bersama para malaikat yang mulia dan seseorang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka ia mendapatkan 2 pahala.” [H.R Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim].
Akan tetapi bagi yang sudah menguasai Ilmu Tajwid malah membaca Al-Qur’an seenaknya sendiri yakni tanpa mengindahkan kaidah-kaidah Tajwid maka ia berdosa, makanya ketika anda ingin menegur orang yang bacaannya salah atau asal baca Tanya dahulu apakah ia mengetahui Tajwid tidak, jangan sampai ibu-ibu yang sudah sepuh yang tidak paham Tajwid anda paksa untuk membaca dengan Tajwid bahkan ternyata orang seperti itu mendapatkan 2 pahala yaitu : 1. Pahala bacaan utuh, 2. Pahala susahnya ia untuk membaca, akan tetapi di samping itu ia harus terus berusaha untuk belajar Tajwid untuk memperbenar bacaannya.

3. Seseorang yang sudah Baligh tidak sah zakatnya jika diniatkan oleh orang lain baik itu suaminya, orang tuanya dan lain sebagainya, berbeda dengan anak kecil atau orang gila, pingsan/okname maka yang meniatkan zakat fitrahnya adalah walinya yakni orang tuanya, nah yang sering jadi masalah adalah Ustadznya yang salah ngasih bimbingan, yaitu niat harus memegang berasnya apalagi yang berzakat adalah wanita ketika memegang bersanya malah lengan bajunya terbuka ini malah haram karena telah membuka aurat, padahal berniat Cuma cukup di hati walaupun tidak memegang beras tetap sah. Wallahu A’lam Bisshowab.

By : Tim Pustaka Al-Bahjah
Sumber : Artikel – Ulasan Pengajian – Buya Yahya di www.buyayahya.org

ReShared By : Muslimah



~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566

At-Tibyan (9 Romadhon 1433 H)


Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sekilas pendengaran Al faqir dari pengajian rutin bersama Buya Yahya dengan Kajian Kitab At Tibyan karya al Imam an Nawawi setiap hari selama bulan suci Ramadhan di Majelis Albahjah sendang-sumber - Cirebon mulai pkl. 16.00 s/d 17.00 WIB. 

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

9 Romadhon 1433 H

* Berkumpul untuk bersama2 membaca surat Al-Qur'an
* Didalam cara membaca Al-Qur'an Muter (buat lingkaran) yang satu baca yg lain dengar, berkumpul sekelompok orang membaca 10 juz atau satu juz atau mungkin selembar2 kemudian yg membaca tadi diam dan yg lain membaca dan dilanjutkan yg kedua, dan berhenti dan dilanjutkan dg yg lain maka ini boleh2 saja. Semuanya mendengar dan yang lain pun dengar (bukan makan, tidur atau dsbg nya).
* Tentang mengangkat suara dlm membaca Al-Qur'an ini merupakan fasal penting untuk diperhatikan. telah disebutkan banyak hadist yg menunjukkan untuk kesunnahan mengangkat suara dalam membaca Al-Qur'an, dan telah datang juga riwayat2 tentang kesunnahan pelan2 dan melembutkan suara. dan kami akan menyebutkan sebagian kecil sebagai isyarat dari dalil yg banyak
* Imam Abu hamid Al Gozali -> Cara menggabungkan untuk mengangkat suara itu sunnah. Jika Melirihkan suara itu jauh dari riya maka itu lebih bagus bagi orang yang takut dari ria, bagi orang yg terjerumus dalam riya maka ia lebih baik melembutkan suara, maka mengeraskan suara lebih bagus karena mengeluarkan tenaga (yg ada nilai dihadapan Allah), jika keras suara maka akan didengar yg lain danfaedahnya merembet ke yang lainya dan lebih bagus karena orang lain ikut mendengar dan manfaat yang meluas itu lebih utama dari manfaat pribadi dan lebih konsentrasi untuk merenunginya dan mengusir kantuk dan lebih giat, bisa membangunkan yang lain untuk ikiut baca Al-Qur'an, dan para ulama berkata bisa menghadirkan sesuatu pahala yang berlipat-lipat, membaca di mushaf itu lebih bagus (dengan melihat) manfaatnya untuk mata semakin besar manfaatnya semakin besar pahalanya.
* Dan aku akan mengisyaratkan berita tsb, Allah senang mendengar kpd sesuatu / orang yg bagus suaranya dalam membaca Al-Qur'an, dan mengeraskan suara dengan Al-Qur'an, untuk memparbaiki suara dengan Al-Qur'an dengan lagu dan tartil yang benar tentunya dengan aturan2nya.
* Abi Musa Al-Asy'ari : Rasulullah Saw : "Sungguh engkau telah diberi oleh Allah seruling dari seruling2nya keluarga Daud".
* Rasulullah bersabda : Sungguh Allah lebih senang mendengar suara laki2 yang bagus suaranya melebihi daripada budak yang suaranya bagus kpd tuanya-> Artinya Allah sangat senang.
* Nabi Muhammad mendengar suara2 keluarga Al Asy'ari dari rumahnya (membaca Al-Qur'an) , menandakan bahwa mengeraskan suara di perbolehkan.
* Imam Abu Dawud , Sayyidina Ali : Beliau melihat suara menggema manusia yang membaca Al-Qur'an dimasjid, sebuah keberuntungan mereka itu mereka dicintai Rasulullah
* Ini semua bagi orang yang tidak khawatir terjerumus dalam riya, dan tdk mengganggu jama'ah lainnya
* Tidak akan ada orang yg terganggu dengan indahnya suara orang yang membaca Al-Qur'an. memang ada sebagian ulama yang lebih memilih untuk melirihkan suara, tapi itu disebab kan karena yang telah disebutkan (takut riya dll).
* Ada sahabat Nabi Bercerita, seorang sahabat tsb kalau bacaanya lirih, maka sahabat yang lain berkata itu merupakan bagianmu, dan yang mengeraskan suara membaca Al-Qur'an seperti orang yang terang2an dalam bersedekah, itu lebih utama. Sesungguhnya dalam hal ini untuk menghindari (aman) dari sifat ujub , dalam menyembunyikan amal itu lebih bagus dari yang dikhawatirkan seperti kekhawatiran dengan terang-terangan
* Intinya mengeraskan dan mengindahkan suara dalam membaca Al-Qur'an itu lebih Bagus.

Wallahu a'lam Bisshowab

♥ Muslimah 

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kunjungi Website Buya Yahya di www.buyayahya.org
Gabung bersama RadioQU melalui streaming di www.radioquonline.com
Gabung bersama sahabat Muslimah di Facebook https://www.facebook.com/pages/Muslimah/275415002532566